PELAYANAN GIZI RUANG INAP
DAN RAWAT JALAN
Pelayanan gizi adalah
suatu upaya memperbaiki, meningkatkan gizi, makanan, dietetik masyarakat,
kelompok, individu atau klien yang merupakan suatu rangkaian kegiatan yang
meliputi pengumpulan, pengolahan, analisis, simpulan, anjuran, implementasi dan
evaluasi gizi, makanan dan dietetik dalam rangka mencapai status kesehatan
optimal dalam kondisi sehat atau sakit (Kemenkes RI, 2013).
Pelayanan gizi di rumah sakit ini diberikan dan
disesuaikan dengan keadaan pasien berdasarkan keadaan klinis, status gizi, dan
status metabolisme tubuh. Keadaan gizi pasien sangat berpengaruh pada proses
penyembuhan penyakit, sebaliknya kondisi penyakit juga dapat berpengaruh
terhadap keadaan gizi pasien. Sering terjadi kondisi pasien yang semakin buruk karena
tidak tercukupinya kebutuhan zat gizi untuk perbaikan organ tubuh yang mengakibatkan
beberapa masalah gizi (Kemenkes RI, 2013).
Masalah gizi di rumah
sakit dinilai sesuai kondisi perorangan yang secara langsung maupun tidak
langsung mempengaruhi proses penyembuhan. Kecenderungan peningkatan kasus
penyakit yang terkait gizi (nutrition-related
disesae), memerlukan penatalaksanaan gizi secara khusus. Oleh karena itu
dibutuhkan pelayanan gizi yang bermutu untuk mencapai dan mempertahankan status
gizi yang optimal dan mempercepat penyembuhan (Kemenkes RI, 2013).
1.1 Tujuan Pelayanan Gizi
Pelayanan gizi di
rumah sakit memiliki tujuan untuk terciptanya sistem
pelayanan gizi yang bermutu dan paripurna sebagai bagian dari pelayanan
kesehatan rumah sakit. Pelayanan yang bermutu dan paripurna tersebut
dapat dilaksanakan dengan menyelenggarakan
kegiatan pelayanan gizi yang meliputi asuhan gizi terstandar pada pelayanan gizi rawat jalan dan rawat inap,
menyelenggarakan makan sesuai
standar kebutuhan gizi dan aman dikonsumsi, menyelenggarakan penyuluhan dan konseling gizi
pada klien/pasien pada klien/pasien dan keluarganya, serta menyelenggarakan penelitian aplikasi
di bidang gizi dan dietetik sesuai perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (Kemenkes, 2013).
1.2
Ruang Lingkup Pelayanan Gizi Rumah sakit
Kegiatan pelayanan gizi rumah sakit dilaksanakan untuk mencapai sistem pelayanan gizi yang bermutu dan paripurna.
Ruang lingkup dari kegiatan tersebut, meliputi:
1.
Asuhan gizi rawat jalan
2.
Asuhan gizi rawat inap
3.
Penyelenggaraan makanan
4.
Penelitian dan pengembangan (Kemenkes, 2013).
Gambar 1. Mekanisme Pelayanan Gizi Rumah Sakit
Sumber : (Kemenkes RI, 2013)
|
1.3 Uraian Tugas Tenaga
Gizi dalam Pelayanan Gizi
Pelayanan gizi rumah sakit dilakukan
sebagai bentuk upaya peningkatan status gizi dan kesehatan pasien baik di dalam
maupun di luar rumah sakit. Peningkatan status gizi dan kesehatan tersebut
merupakan tugas dan tanggung jawab tim asuhan gizi. Tim asuhan gizi merupakan seluruh tenaga
kesehatan memegang peranan penting dalam mempercepat kesembuhan pasien.
Tim asuhan gizi merupakan
tenaga kesehatan,meliputi:
1.
Dietesien/ahli
gizi,
2.
Dokter
Penanggung Jawab Pelayanan (DPJP),
3.
Perawat,
4.
Ahli
farmasi,
5.
Tenaga
kesehatan lain (Kemenkes, 2013).
Komunikasi antar disiplin
ilmu sangat diperlukan untuk memberikan asuhan yang terbaik bagi pasien.
Sebagai bagian dari tim pelayanan kesehatan, dietisien harus berkolaborasi
dengan dokter, perawat, farmasi dan tenaga kesehatan lainnya terkait memberikan
pelayanan asuhan gizi. Oleh karena itu, perlu mengetahui peranan masing-masing
tenaga kesehatan tersebut dalam memberikan pelayanan (Kemenkes,
2013). Tim asuhan gizi terdiri dari berbagai macam profesi yang mempunyai
peran sebagai berikut:
a. Dietesien/ Ahli
gizi
1. Mengkaji hasil skrining gizi dari perawat dan order diet dari
dokter.
2. Melakukan pengkajian gizi lanjut pada pasien berisiko malnutrisi,
malnutrisi, atau kondisi khusus meliputi pengumpulan, analisa, dan interpretasi
riwayat gizi/makanan, biokimia, antropometri, pemeriksaan klinis dan fisik, dan
riwayat personal pasien.
3. Mengidentifikasi dan menetapkan prioritas diagnosis gizi
berdasarkan hasil pengkajian gizi.
4. Menyusun intervensi diet meliputi tujuan dan preskripsi diet yang
lebih terperinci untuk penetapan diet definitive serta merencanakan konseling
gizi.
5. Melakukan kerja sama dengan dokter terkait dengan diet definitive.
6. Melakukan koordinasi dengan sesama anggota tim asuhan gizi untuk
melaksanakan intervensi gizi
7. Melakukan pemantauan respon pasien terhadap intervensi yang telah
diberikan.
8. Melakukan evaluasi terhadap proses dan dampak asuhan gizi yang
diberikan.
9. Melakukan edukasi gizi meliputi konseling dan penyuluhan pasien dan
keluarganya.
10. Mencatat dan melaporkan hasil asuhan gizi pada dokter.
11. Melakukan pengkajian ulang jika tujuan tidak tercapai.
12. Melakukan ronde pasien bersama tim.
13. Berpartisipasi aktif dalam pertemuan atau diskusi yang dilakukan
untuk mengevaluasi keberhasilan pelayanan gizi bersama Dokter Penanggung Jawab
Pelayanan (DPJP), perawat, ahli farmasi, dan tenaga kesehatan lain, serta
pasien dan keluarganya.
(Kemenkes,
2013).
b. Dokter Penanggung Jawab Pelayanan (DPJP)
1. Bertanggung jawab dalam aspek gizi pasien yang
terkait dengan aspek klinis.
2. Menentukan preksripsi diet awal.
3. Menetapkan diet definitive bersama
dietisien/ahli gizi.
4. Memberikan edukasi kepada pasien dan
keluarganya mengenai peran asuhan gizi.
5. Merujuk pasien yang membutuhkan asuhan atau
konseling gizi pada dietisien/ahli gizi.
6. Melakukan pemantauan dan evaluasi terkait
masalah gizi secara berkala bersama selama masa perawatan (Kemenkes,
2013).
c. Perawat
1. Melakukan skrining gizi pasien pada awal
perawatan.
2. Merujuk pasien berisiko malnutrisi,
malnutrisi, atau kondisi khusus ke dietisien/ ahli gizi.
3. Melakukan pengukuran antropometri secara
berkala meliputi berat badan dan tinggi badan pasien.
4. Melakukan pemantauan, pencatatan asupan
makanan, dan respon pasien terhadap diet yang diberikan, serta menginformasikan
perubahan kondisi pasien kepada dietisien/ahli gizi.
5. Memberikan motivasi pada pasien dan
keluarga terkait pemberian makanan
melalui oral, enteral, dan parenteral.
(Kemenkes,
2013).
d.
Farmasi
1. Mempersiapkan obat dan zat gizi terkait
seperti vitamin, mineral, elektrolit dan nutrisi parenteral.
2. Menentukan kompabilitas zat gizi yang
diberikan kepada pasien.
3. Membantu mengawasi dan mengevaluasi
penggunaan obat dan cairan parenteral oleh klien/pasien bersama perawat.
4. Berkolaborasi dengan dietisien dalam
pemantauan interaksi obat dan makanan.
5. Memberikan edukasi kepada pasien dan
keluarga mengenai interaksi obat dan makanan.
(Kemenkes,
2013).
e. Tenaga kesehatan lain
Tenaga
kesehatan lain misalnya adalah tenaga terapi okupasi dan terapi wicara
berkaitan dalam perencanaan dan pelaksanaan intervensi pada pasien dengan
gangguan menelan yang berat (Kemenkes, 2013).
1.4
Penyuluhan Kesehatan Masyarakat Rumah Sakit (PKMRS)
Penyuluhan Kesehatan Masyarakat Rumah Sakit (PKMRS) adalah penyuluhan kesehatan yang khusus dikembangkan untuk
membantu pasien dan keluarganya untuk bisa menangani kesehatannya, hal ini
merupakan tanggung jawab bersama berkesinambungan antara dokter dan pasien atau
petugas kesehatan dengan pasien dan keluarganya. Penyuluhan kesehatan di Rumah
Sakit berusaha menggugah kesadaran dan minat pasien serta keluarganya untuk
berperan serta secara positif dalam usaha penyembuhan dan pencegahan penyakit
sehingga penyuluhan kesehatan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari
program pelayanan rumah
sakit (Maulana, 2007).
Rangkaian kegiatan penyuluhan terdiri dari persiapan penyuluhan dan
pelaksanaan penyuluhan.
1)
Persiapan
Penyuluhan :
-
Menentukan
materi sesuai kebutuhan
-
Membuat
susunan/outline materi yang akan disajikan
-
Merencanakan
media yang akan digunakan
-
Pengumuman
jadwal dan tempat penyuluhan
-
Persiapan
ruangan dan alat bantu/media yang dibutuhkan
2)
Pelaksanaan
penyuluhan :
-
Peserta
mengisi daftar hadir (absensi)
-
Pemateri
menyampaikan materi penyuluhan
-
Tanya
jawab
Dalam suatu penyuluhan diperlukan evaluasi dengan tujuan untuk mengukur
keberhasilan tujuan penyuluhan. Indikator atau kriteria yang akan dievaluasi
disesuaikan dengan tujuan penyuluhan/ keinginan penyelenggara (Kemenkes, 2013).
Terdapat tiga
jenis evaluasi yang dapat dilakukan, yaitu:
1)
Evaluasi
Awal adalah
penilaian yang dilakukan sebelum berlangsungnya penyuluhan. Penilaian dapat
dilakukan terhadap ketepatan waktu berlangsungnya penyuluhan, sasaran, tempat
penyuluhan, dan alat bantu/media yang dibutuhkan.
2)
Evaluasi
proses adalah
penilaian yang dilakukan pada saat penyuluhan berlangsung. Penilaian dapat
dilakukan dengan cara mengamati situasi/kondisi saat penyuluhan berlangsung dan
mengamati antusiasme audiens. Tingkat antusiasme audiens dapat dinilai dengan
mengamati partisipasi audiens dalam mengajukan pertanyaan.
3)
Evaluasi
akhir adalah
penilaian yang dilakukan setelah penyuluhan berakhir. Penilaian dalam evaluasi
akhir biasanya disesuaikan dengan tujuan diadakannya penyuluhan yaitu untuk
meningkatkan pengetahuan audiens mengenai materi yang disampaikan. Penilaian
pengetahuan audiens dapat dilakukan dengan cara memberikan pertanyaan kepada
audiens mengenai materi penyuluhan yang telah disampaikan
(Maulana, 2007).
1.5 Pemberdayaan Pelayanan
Gizi (Konseling)
Pemberdayaan pelayanan gizi konseling atau pelayanan
gizi rawat jalan merupakan serangkaian proses kegiatan asuhan gizi yang
berkesinambungan dimulai dari assessment/pengkajian, pemberian diagnosis,
intervensi gizi dan monitoring evaluasi kepada klien/pasien di rawat jalan (Kemenkes RI, 2013).
Tujuan konseling gizi yaitu memberikan
pelayanan kepada klien/pasien rawat jalan atau kelompok dengan membantu mencari
solusi masalah gizinya melalui nasihat gizi mengenai jumlah asupan makanan yang
sesuai, jenis diet yang tepat, jadwal makan dan cara makan, jenis diet dengan
kondisi kesehatannya. Sasaran kegiatan ini yaitu pasien
dan keluarga
atau individu pasien yang datang atau dirujuk (Kemenkes RI, 2013).
Mekanisme pasien berkunjung untuk mendapatkan asuhan
gizi di rawat jalan berupa konseling adalah sebagai berikut:
1. Pasien datang ke ruang konseling gizi dengan membawa surat rujukan
dokter dari poliklinik yang ada di rumah sakit atau dari luar rumah sakit.
2. Petugas administrasi di ruang konseling mencatat data pasien didalam
buku registrasi.
3. Ahli gizi melakukan assessmen gizi dimulai dengan pengukuran
antropometri pada pasien yang belum ada data BB, TB.
4. Ahli gizi melanjutkan assessmen/pengkajian gizi berupa anamnesa riwayat
makan, riwayat personal, membaca hasil pemeriksaan lab dan fisik klinis.
Kemudian menganalisa semua data assessmen gizi.
5. Ahli gizi menetapkan diagnosa gizi.
6. Ahli gizi memberikan intervensi gizi berupa edukasi dan konseling dengan
langkah menyiapkan dan mengisi leaflet sesuai penyakit dan kebutuhan gizi
pasien serta menjelaskan tujuan diet, jadwal, jenis, jumlah bahan makanan
sehari menggunakan alat peraga food
model, menjelaskan tentang makanan yang dianjurkan dan tidak dianjurkan,
mcara pemasakan dan lain-lain yang disesuaikan dengan pola makan dan keinginan
serta kemampuan pasien.
7. Ahli gizi menganjurkan pasien untuk kunjungan ulang, untuk mengetahui
keberhasilan intervensi (monev) dilakukan monitoring dan evaluasi gizi.
8. Pencatatan hasil konseling gizi dengan format ADIME (Assessmen,
Diagnosis, Intervensi, Monitoring & Evaluasi) kemudian diarsipkan di ruang
konseling.
(Kemenkes RI,
2013)
Pemberdayaan
pelayanan gizi konseling atau pelayanan gizi rawat jalan merupakan serangkaian
proses kegiatan asuhan gizi yang berkesinambungan dimulai dari
assessmen/pengkajian, pemberian diagnosis, intervensi gizi dan monitoring
evaluasi kepada klien/pasien di rawat jalan (Kemenkes RI, 2013).
(Sumber:
Kemenkes, 2013)
DAFTAR PUSTAKA
.
No comments:
Post a Comment