Sunday, September 15, 2013

BAHAN TAMBAHAN PANGAN

(BTP)

Makalah
disusun untuk memenuhi salah satu tugas  Mata Kuliah Teknologi Pangan






Oleh:
Fitri Diani
Dessy Nursetiani R
Hagianing Kasih
Agustina Sihombing
Krisha Nurul A.
Irma Srie Wulandary
Anandila Muqita
P17331111011
P17331111025
P17331111008
P17331111030
P17331111028
P17331111007
P17331111020




POLITEKNIK KESEHATAN BANDUNG
JURUSAN GIZI
2013


KATA PENGANTAR


Segala puji bagi Allah swt. pemilik segala yang bernyawa dan penguasa segala keteraturan, yang senantiasa melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini. Makalah ini disusun untuk memenuhi untuk memenuhi salah satu tugas Mata Kuliah Mata Kuliah Teknologi Pangan dengan harapan dapat menambah wawasan bagi penulis khususnya dan para pembaca makalah ini.
Makalah ini memuat tentang Bahan Tambahan Pangan. Penulis menyadari bahwa makalah ini jauh dari sempurna dan masih banyak kekurangan baik ditinjau dari isi maupun dari segi penyajiannya. Oleh karena itu, penulis senantiasa mengharapkan kontribusi pemikiran dari pembaca sehingga makalah ini bermanfaat bagi kita semua. Aamiin.


Bandung, 26 Mei 2013


Penulis








BAB I

PENDAHULUAN


1.1    Latar Belakang

Pangan pada hakikatnya merupakan kebutuhan dasar yang penting untuk kehidupan manusia dan yang paling hakiki untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya. Pada umumnya dalam mengolah pangan diberikan beberapa perlakuan dalam berbagai cara antara lain dengan penambahan bahan tambahan dengan tujuan untuk memperpanjang umur simpan, memperbaiki tekstur, kelezatan atau kenampakan.
Mengingat pentingnya keamanan pangan maka telah diwujudkan oleh pemerintah dengan di keluarkannya Undang-undang No. 23 tahun 1992 tentang kesehatan dan Undang-undang Nomor 7 tahun 1996 tentang Pangan serta Peraturan Pemerintah Nomor 28 tahun 2004 tentang Keamanan, Mutu dan Gizi Pangan. (Anggrahini, 2008)
Teknologi pengolahan pangan di Indonesia sekarang berkembang cukup pesat, diiringi dengan penggunaan bahan tambahan pangan yang juga makin meningkat. Berkembangnya produk pangan awet saat ini, hanya mungkin terjadi karena semakin tingginya kebutuhan masyarakat terhadap berbagai jenis makanan yang praktis dan awet. Kesalahan teknologi dan penggunaan bahan tambahan yang diterapkan, baik sengaja maupun tidak disengaja dapat menyebabkan gangguan pada kesehatan atau keamanan konsumen. (Anggrahini, 2008)
Munculnya masalah keamanan pangan salah satu penyebabnya adalah adanya bahan kimia berbahaya yang masuk kedalam tubuh manusia yang berasal dari bahan tambahan dan kontaminan. Penggunaan bahan tambahan pangan yang baik dan sesuai dengan ketentuan, menjadi harapan para konsumen. Oleh karena itu, penulis ingin mengetahui lebih lanjut mengenai bahan tambahan pangan (BTP).

1.2    Rumusan Masalah

1.      Apa itu Bahan Tambahan Pangan?
2.      Apa fungsi dan tujuan Bahan Tambahan Pangan ?
3.      Apa saja jenis-jenis Bahan Tambahan Pangan?

1.3    Tujuan

Tujuan dalam  makalah ini adalah sebagai berikut :
1.      Mengetahui apa itu Bahan Tambahan Pangan
2.      Mengetahui Fungsi dan tujuan Bahan Tambahan Pangan
3.      Mengetahui jenis-jenis Bahan Tambahan Pangan

1.4    Manfaat

Makalah ini diharapkan dapat memberikan manfaat pada penulis khususnya, maupun para pembaca. Manfaat tersebut baik dari segi pengetahuan dan pemahaman mendalam mengenai penambahan bahan tambahan pangan.


BAB II

PEMBAHASAN


2.1   Bahan Tambahan Pangan

Bahan Tambahan Pangan (BTP) menurut Permenkes 722, 1988 adalah bahan yang biasanya tidak digunakan sebagai makanan dan biasanya bukan merupakan ingredien khas makanan, mempunyai atau tidak mempunyai nilai gizi, yang dengan sengaja ditambahkan ke dalam makanan untuk maksud teknologi (termasuk organoleptik) pada pembuatan, pengolahan, penyiapan, perlakuan, pegepakan, pengemasan, penyimpanan, atau pengangkutan makanan untuk menghasilkan atau diharapkan menghasilkan (langsung atau tidak langsung) suatu komponen atau mempengaruhi sifat khas makanan tersebut (Viana, 2012).
Peraturan Pemerintah nomor 28 tahun 2004 tentang keamanan, mutu, dan gizi pangan pada bab I pasal 1 menyebutkan, yang dimaksud dengan bahan tambahan pangan adalah bahan yang ditambahkan ke dalam makanan untuk mempengaruhi sifat atau bentuk pangan atau produk makanan (Viana, 2012).
Menurut FAO (1980), bahan tambahan pangan adalah senyawa yang sengaja ditambahkan ke dalam makanan dengan jumlah dan ukuran tertentu dan terlibat dalam proses pengolahan, pengemasan dan atau penyimpanan. Bahan ini berfungsi untuk memperbaiki warna, bentuk, cita rasa, dan tekstur, serta memperpanjang masa simpan, dan bukan merupakan bahan (ingredient) utama. Menurut codex, bahan tambahan pangan adalah bahan yang tidak lazim dikonsumsi sebagai makanan , yang dicampurkan secara sengaja pada proses pengolahan makanan. Bahan ini ada yang memiliki nilai gizi dan ada yang tidak. (Viana, 2012).
Pemakaian bahan tambahan pangan (BTP) di Indonesia diatur oleh Departemen Kesehatan. Sementara, pengawasannya dilakukakan oleh Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan (Dirjen POM). (Viana, 2012).
Bahan tambahan pangan yang digunakan hanya dapat dibenarkan apabila :
ü  Dimaksudakan untuk mencapai masing-masing tujuan penggunaan dalam pengolahan
ü  Tidak untuk menyembunyikan keadaan pangan yang berkualitas rendah
ü  Tidak digunakan untuk menyembunyikan penggunaan bahan yang salah atau yang tidak memenuhi persyaratan
ü  Tidak digunakan untuk menyembunyikan kerusakan bahan pangan
Penggunaan bahan tambahan pangan sebaiknya dengan dosis dibawah ambang batas yang telah ditentukan. Jenis BTP ada 2 yaitu GRAS (Generally Recognized as Safe), zat ini aman dan tidak berefek toksik misalnya gula (glukosa). Sedangkan jenis lainnya yaitu ADI (Acceptable Daily Intake), jenis ini selalu ditetapkan batas penggunaan hariannya (daily intake) demi menjaga/ melindungi kesehatan konsumen.
Di Indonesia telah disusun peraturan tentang Bahan Tambahan Pangan yang diizinkan ditambahkan dan yang dilarang (disebut Bahan Tambahan Kimia) oleh Depertemen Kesehatan diatur dengan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1168/MenKes/Per/X/1999.
Menurut Depkes RI (2004) yang dikutip oleh Sari (2010), pada dasarnya pesyaratan bahan tambahan pangan yang digunakan adalah sebagai berikut :
1.        Harus telah mengalami pengujian dan evaluasi toksikologi
2.        Harus tidak membahayakan kesehatan konsumen pada kadar yang diperlukan dalam penggunaanya.
3.        Harus selalu dipantau terus-menerus dan dilakukan evaluasi kembali jika perlu sesuai dengan perkembangan teknologi dan hasil evaluasi toksikologi.
4.        Harus selalu memenuhi persyaratan spesifikasi dan kemurnian yang telah ditetapkan.
5.        Harus dibatasi penggunaannya hanya untuk tujuan tertentu dan hanya jika maksud penggunaan tersebut tidak dapat dicapai dengan cara lain secara ekonomis dan teknis.
6.        Sedapat mungkin penggunaannya dibatasi agar makanan tertentu dengan maksud tertentu dan kondisi tertentu serta dengan kadar serendah mungkin tetapi masih berfungi seperti yang dikehendaki (Viana, 2012).

2.2 Fungsi dan Tujuan Bahan Tambahan Pangan

Tujuan penggunaan bahan tambahan pangan adalah dapat meningkatkan atau mempertahankan nilai gizi dan kualitas daya simpan, membuat bahan pangan lebih mudah dihidangkan, serta mempermudah preparasi bahan pangan.
Secara khusus tujuan penggunaan BTP dalam pangan adalah untuk:
1.        Mengawetkan makanan dengan mencegah pertumbuhan mikroba perusak pangan atau mencegah terjadinya reaksi kimia yang dapat menurunkan mutu pangan.
2.             Membentuk makanan menjadi lebih baik, renyah dan enak dimulut.
3.             Memberikan warna dan aroma yang lebih menarik
4.             Meningkatkan kualitas pangan.
5.             Menghemat biaya.
Berdasarkan tujuan penggunaannya dalam pangan, pengelompokan BTP yang diizinkan digunakan dalam makanan menurut peraturan Mentri Kesehatan RI No.722/Menkes/Per/IX/88 adalah sebagai berikut:
1.        Pewarna, yaitu BTP yang dapat memperbaiki atau memberi warna pada makanan. Contoh pewarna sintetik adalah amaranth, indigotine, dan nafthol yellow.
2.        Pemanis buatan, yaitu BTP yang dapat menyebabkan rasa manis pada makanan yang tidak atau hamper tidak memiliki nilai gizi. Contohnya adalah Sakarin, Siklamat dan Aspartam.
3.        Pengawet yaitu BTP yang dapat mencegah atau menghambat terjadinya fermentasi, pengasaman atau penguraian lain pada makanan yang disebabkan oleh pertumbuhan mikroba. Contohnya: asam asetat, asam propionat dan asam benzoat.
4.        Antioksidan yaitu BTP yang dapat memghambat atau mencegah proses oksidasi lemak sehingga mencegah terjadinya ketengikan. Contohnya adalah TBHQ (tertiary butylhydroquinon).
5.        Antikempal, yaitu BTP yang dapat mencegah menggumpalnya makanan serbuk, tepung atau bubuk.contohnya adalah: kalium silikat.
6.        Penyedap rasa dan aroma, penguat rasa, yaitu BTP yang dapat memberikan, menembah atau mempertegas rasa dan aroma. Contohnya Monosodium Glutamate (MSG).
7.        Pengatur keasaman (pengasam, penetral dan pendapar), yaitu BTP yang dapat mengasamkan, menetralkan dan mempertahankan derajat asam makanan. Contohnya agar, alginate, lesitin dan gum.
8.        Pemutih dan pematang tepung, yaitu BTP yang dapat mempercepat proses pemutihan atau pematangan tepung sehingga memperbaiki mutu pemanggangan. Contohnya adalah asam askorbat dan kalium bromat.
9.        Pengemulsi, pemantap dan pengental, yaitu BTP yang dapat membantu terbentuknya dan memantapkan system disperse yang homogen pada makanan.
10.    Pengeras yaitu BTP yang dapat memperkeras atau mencegah lunaknya makanan. Contohnya adalah kalsium sulfat, kalsium klorida dan kalsium glukonat.
11.    Sekuestan, yaitu BTP yang dapat mengikat ion logam yang terdapat dalam makanan, sehingga memantapkan aroma, warna dan tekstur. Contohnya asam fosfat dan EDTA (kalsium dinatrium edetat).
12.    BTP lain yang termasuk bahan tambahan pangan tapi tidak termasuk golongan diatas. Contohnya antara lain: enzim, penambah gizi dan humektan.

2.3 Jenis-Jenis Bahan Tambahan Pangan

Di Indonesia, penggunaan BTP telah diatur sejak tahun 1988 dalam Permenkes No. 722/MenKes/Per/IX/1988 yang dikuatkan dengan Permenkes No.1168/MenKes/Per/1999 menyebutkan bahwa yang termasuk BTP adalah pewarna, pemanis buatan, pengawet, antioksidan, antikempal, penyedap dan penguat rasa, pengatur keasaman, pemutih dan pematang tepung, pengemulsi, pengental, pengeras, dan sekuestran (untuk memantapkan warna dan tekstur makanan). (Puspasari, 2007)
A.    BERDASARKAN CARA PENAMBAHAN
Pada umumnya bahan tambahan pangan dapat dibagi menjadi dua golongan besar, yaitu sebagai berikut:
1.         Bahan tambahan pangan yang ditambahkan dengan sengaja kedalam makanan, dengan mengetahui komposisi bahan tersebut dan maksud penambahan itu dapat mempertahankan kesegaran, cita rasa dan membantu pengolahan, sebagai contoh pengawet, pewarna dan pengeras.
2.         Bahan tambahan pangan yang tidak sengaja ditambahkan, yaitu bahan yang tidak mempunyai fungsi dalam makanan tersebut, terdapat secara tidak sengaja, baik dalam jumlah sedikit atau cukup banyak akibat perlakuan selama proses produksi, pengolahan, dan pengemasan. Bahan ini dapat pula merupakan residu atau kontaminan dari bahan yang sengaja ditambahkan untuk tujuan produksi bahan mentah atau penanganannya yang masih terus terbawa kedalam makanan yang akan dikonsumsi. Contoh bahan tambahan pangan dalam golongan ini adalah residu pestisida (termasuk insektisida, herbisida, fungisida, dan rodentisida), antibiotik, dan hidrokarbon aromatic polisiklis.
B.       BERDASARKAN FUNGSI
Berdasarkan fungsinya, menurut peraturan Menkes No. 235 tahun 1979, BTP dapat dikelompokan menjadi 14 yaitu : Antioksidan; Antikempal; Pengasam,penetral dan pendapar; Enzim; Pemanis buatan; Pemutih dan pematang; Penambah gizi; Pengawet; Pengemulsi, pemantap dan pengental; Peneras; Pewarna sintetis dan alami; Penyedap rasa da aroma, Sekuestran; dll. BTP dikelompokan berdasarkan tujuan penggunaanya di dalam pangan. Pengelompokkan BTP yang diizinkan digunakan pada makanan dapat digolongkan sebagai : Pewarna; Pemanis buatan; Pengawet; Antioksidan; Antikempal; Penyedap dan penguat rasa serta aroma; Pengatur keasaman; Pemutih dan pamatang tepung; Pengemulsi; Pemantap dan pengental; Pengeras, Sekuestran, Humektan, Enzim dan Penambah gizi.
1.    Pewarna
Pewarna adalah bahan yang dapat memberikan atau memperbaiki warna pada makanan. Dengan menggunakan pewarna, makanan bisa tampak lebih menarik danmenjadi lebih bervariasi.
Penambahan bahan pewarna pada makanan dilakukan untuk membei kesan menarik bagi konsumen, menyeragamkan warna makanan, menstabilkan warna, menutupi perubahan warna selama proses pengolahan, dan mengatasi perubahan warna selama penyimpanan. Pemerintah telah mengatur penggunaan pewarna ini, namun masih banyak produsen pangan yang menggunakan bahan-bahan pewarna yang berbahaya bagi kesehatan, misalnya pewarna untuk tekstil atau cat yang umumnya mempunyai warna lebih cerah, lebih stabil selama penyimpanan, dan harga lebih murah. Alternatif lain untuk menggantikan penggunaan pewarna sintetis adalah dengan menggunakan pewarna alami seperti ekstrak daun pandan atau daun suji, kunyit, dan ekstrak buah-buahan yang lebih aman. Beberapa pewarna alami yang diizinkan digunakan dalam makanan diantaranya adalah : Karamel, Beta-karoten, Klorofil, dan Kurkumin.
Secara garis besar berdasarkan sumbernya dikenal dua jenis zat pewarna, yaitu pewarna alami dan pewarna sintesis. Beberapa pewarna alami yang ikut menyumbangkan nilai nutrisi ( karotenoid, riboflavin dan kobalamin) merupakan bumbu (unir dan pabrika) atau pemberi rasa (karamel). Beberapa bahan pewarna alami yang berasal dari tanaman dan hewan diantaranya adalah klorofil, mioglobin dan hemoglobin, antosianin, flavonoid, thanin, betalain, quinon dan santon serta karotenoid.
Zat pewarna yang diizinkan penggunaannya dalam bahan pangan disebut sebagai Permittet Colour atau Certified Colour. Proses sertifikasi meliputi pengujian kimia, biokimia, toxikologi dan analisis media terhadap zat warna tersebut. Pemakaian bahan sintetis dalam pangan walaupun mempunyai dampak positif bagi konsumen dan produsen diantranya dapat membuat suatu pangan lebih menarik, meratakan warna pangan dan mengemabalikan warna dari bahan dasar yang hilang atau berubah selama pengolahan juga mempunyai dampak negatif bila:
a.    Dimakan dalam jumlah kecil namun berulang
b.    Dimakan dalam jangka waktu lama
c.    Daya tahan tubuh yang berbeda-beda
d.   Pemakaian secara berlebihan
e.    Penyimpanan yang tidak memenuhi syarat
2.    Pemanis Buatan
Zat pemanis sintesi merupakan zat yang dapat menimbulkan rasa manis atau dapat membantu mempertajam penerimaan terhadap rasa manis tersebut, sedangkan kalori yang dihasilkannya jauh lebih rendah dari pada gula (winarno, 1997).
Tanaman penghasil pemanis utama adalah tebu (saccharum officanarum L) dan bit (beta fulgaris L). Beberapa bahan pemanis yang sering digunakan adalah
1.    Sukrosa                             6.  D-Fruktosa
2.    Laktosa                             7.  Sorbitol
3.    Maltosa                             8.  Manitol
4.    Galaktosa                          9.  Gliserol
5.    D-Glukosa                        10. Glisina
Pemanis sintesis adalah bahan tambahan yang dapat menyebabkan rasa manis terhadap bahan pangan tetapi tidak memiliki nilai gizi. Contohnya :
1.    Sakarin                              4. Dulsin
2.    Siklamat                            5. Sorbitol sintesis
3.    Aspartam                           6. Nitro-propoksi anilin
Tujuan penggunaan pemanis sintesis
·      Sebagai pangan bagi penderita diabetes melitus, karena tidak menimbulkan kelebihan gula darah
·      Memenuhi kebutuhan kalori rendah untuk penderita kegemukan
·      Sebagai penyalut obat
·      Menghindari kerusakan gigi pada industri
·      Menekan biaya produksi


3.    Pengawet
Bahan pengawet umumnya digunakan untuk memperpanjang masa simpan bahan makanan yang mempunyai sifat mudah rusak. Bahan ini dapat menghambat atau memperlambat proses degradasi bahan pangan terutama yang disebabkan oleh faktor biologi. Penggunaan pengawet dalam makanan harus tepat, baik jenis maupun dosisnya. Suatu bahan pengawet mungkin efektif untuk mengawetkan makanan tertentu, tetapi tidak efektif untuk mengawetkan makanan lainnya karena makanan mempunyai sifat yang berbeda-beda sehingga mikroba perusak yang akan dihambat pertumbuhannya juga berbeda. Zat pengawet dibedakan menjadi pengawet oganik dan anorganik.
a.    Zat pengawet anorganik
Zat pengawet anorganik yang masih sering dipakai adalah sulfit, hidrogen peroksida, nitrat dan nitrit. Selain sebagai pengawet sulfit dapat berinteraksi dengan gugus karbonil. Hasil reaksi itu akan mengikat melanoidin sehingga mencegah timbulnya warna coklat. Sulfur dioksida berfungsi sebagai anti oksidan dan meningkatkan daya kembang terigu.
Garam nitrat dan nitrit digunakan pada proses curing daging untuk memperoleh warna yang baik dan mencegah pertumbuhan mikroba seperti clostridum botulinum. Selain nitrit, ada juga bahan pengawet alami yang lain, seperti :
ü Gula merah: Selain sebagai pemanis gula merah juga bersifat mengawetkan seperti halnya gula tebu.
ü Garam: Garam merupakan pengawet alami yang banyak dihasilkan dari penguapan air laut. Ikan asin dapat bertahan hingga berbulan-bulan karena pengaruh garam.
ü Kunyit: Kunyit, selain sebagai pewarna, juga berfungsi sebagai pengawet. Dengan penggunaan kunyit, tahu atau nasi kuning menjadi tidak cepat basi.
ü Kulit kayu manis: Di beberapa tempat di belahan Kulit kayu manis merupakan kulit kayu yang berfungsi sebagai pengawet karena banyak mengandung asam benzoat. Selain itu, kayu manis juga berfungsi sebagai pemanis dan pemberi aroma.
ü Cengkih :       Cengkih merupakan pengawet alami yang dihasilkan dari bunga tanaman cengkih. Selain sebagai pengawet, cengkih juga berfungsi sebagai penambah aroma.
b.    Zat pengawet organik
Zat kimia yang sering dipakai sebagai bahan pengawet adalah asam sorbat, asam propionat, asam benzoat, asam asetat, dan epoxida.
ü Benzoat: Benzoat banyak ditemukan dalam bentuk asam benzoat maupun natrium benzoat (garamnya). Berbagai jenis soft drink (minuman ringan), sari buah, nata de coco, kecap, saus, selai, dan agar-agar diawetkan dengan menggunakan bahan jenis ini.
ü Sulfit: Bahan ini biasa dijumpai dalam bentuk garam kalium atau natrium bisulfit. Potongan kentang, sari nanas, dan udang beku biasa diawetkan dengan menggunakan bahan ini.
ü Propil galat: Digunakan dalam produk makanan yang mengandung minyak atau lemak dan permen karet serta untuk memperlambat ketengikan pada sosis. Propil galat juga dapat digunakan sebagai antioksidan.
ü Garam nitrit: Garam nitrit biasanya dalam bentuk kalium atau natrium nitrit. Bahan ini terutama sekali digunakan sebagai bahan pengawet keju, ikan, daging, dan juga daging olahan seperti sosis, atau kornet, serta makanan kering seperti kue kering. Perkembangan mikroba dapat dihambat dengan adanya nitrit ini. Misalnya, pertumbuhan clostridia di dalam daging yang dapat membusukkan daging.
ü Asam asetat: Asam asetat dikenal di kalangan masyarakat sebagai asam cuka. Bahan ini menghasilkan rasa masam dan jika jumlahnya terlalu banyak akan mengganggu selera karena bahan ini sama dengan sebagian isi dari air keringat kita. Asam asetat sering dipakai sebagai pelengkap ketika makan acar, mi ayam, bakso, atau soto. Asam asetat mempunyai sifat antimikroba. Makanan yang memakai pengawet asam cuka antara lain acar, saos tomat, dan saus cabai.
ü Propianat: Jenis bahan pengawet propianat yang sering digunakan adalah asam propianat dan garam kalium atau natrium propianat. Propianat selain menghambat kapang juga dapat menghambat pertumbuhan bacillus mesentericus yang menyebabkan kerusakan bahan makanan. Bahan pengawetan produk roti dan keju biasanya menggunakan bahan ini.
ü Sorbat: Sorbat yang terdapat di pasar ada dalam bentuk asam atau garam sorbat.Sorbat sering digunakan dalam pengawetan margarin, sari buah, keju, anggur, dan acar. Asam sorbat sangat efektif dalam menekan pertumbuhan kapang dan tidak memengaruhi cita rasa makanan pada tingkat yang diperbolehkan.
c.     Tujuan penggunaan bahan pengawet
Secara umum penambahan pengawet pada penambahan bahan pangan bertujuan sebagai berikut :
ü Menghambat mikroba pembusuk pada pangan, baik yang bersifat patogen maupun yang tidak bersifat patogen
ü Memperpanjang umur simpan pangan
ü Tidak menurunkan kualitas gizi, warna, cita rasa dan bau bahan pangan yang diawetkan
ü Tidak untuk menyembunyikan keadaan pangan yang berkualitas rendah
ü Tidak digunakan untuk menyembunyikan penggunaan bahan yang salah atau yang tidak memenuhi persyaratan
ü Tidak digunakan untuk menyembunyikan kerusakan bahan pangan
4.    Antioksidan
Antioksidan merupakan senyawa yang dapat memperlambat oksidasi di dalam bahan pangan. Penggunaan antioksidan yaitu pada lemak hewani, minyak nabati, produk lemak tinggi, produk daging, produk ikan, dll. Antioksidan digunakan untuk mencegah terjadinya ketengikan pada makanan akibat proses oksidasi lemak, atau minyak yang terdapat di dalam makanan.
Jenis antioksidan :
·      Asam askorbat
·      Asam eritrobat
·      Askorbil palmitat
·      Askorbil stearat
·      Butil hidroksianisol (BHA)
·      Butil hidroksitoluen
·      Dilauril tiodipropionat
·      Propilgalat
·      Timah 2 klorida
·      Alpatokoferol
5.    Antikempal
Antikempal adalah bahan tambahan pangan yang dapat mencegah mengempalnya pangan berupa serbuk dan tepung. Jenis antikempal :
·      Garam stearat
·      Kalsium fosfat
·      Natrium ferosianida
·      Magnesium oksida
·      Garam-garam asam silikat
6.    Penyedap dan penguat rasa serta aroma
Penyedap rasa dan aroma adalah bahan tambahan pangan yang dapat memberikan, menambah atau mempertegas rasa dan aroma (menkes RI, 1988).
Tujuan penggunaan :
·      Merubah aroma hasil olahan
·      Modifikasi pelengkap atau penguat aroma
·      Menutupi atau menyembunyikan aroma yang tidak disukai
·      Membentuk aroma baru atau menetralisir bahan pangan
Jenis bahan penyedap
·      Penyedap alami
Penyedap alami berasal dari bumbu, herba dan daun.
Contoh bumbu : merica, kayu manis, pala, jahe dan cengkeh.
Contoh herba (sebangsa rumput) dan daun    : sereh, daun pandan, daun salam, rosemari, oregano, tarragon dan marjoran.
·      Minyak esensial dan turunannya
Minyak esensial dihasilkan dari bagian-bagian tanaman seperti bunga (minyak neroli), tunas (cengkeh), biji (merica, ketumbar, adas), buah (limau), dsb.
·      Oleoresin
Dibuat dari proses perkolasi zat pelarut yang bersifat volatil terhadap bumbu atau herba yang telah digiling
·      Isolat penyedap
Untuk mendapatkan penyedap alami dapat dilakukan isolasi komponen yang terdapat dalam bahan yaitu dengan memisahkan masing-masing zat penyedap aroma, contohnya isolasi minyak esensial tanaman dengan cara destilasi, kristalisasi dan ekstraksi.
·      Penyedap dari sari buah
Sari  buah sebagian besar adalah air, mempunyai komponen aroma asam, warna dan bahan padat seperti gula, pektin dan mineral.
·      Eksrak tanaman dan hewan
Contoh     : ekstrak kopi, coklat, vanili dan sebagainya
·      Penyedap sintesis
Beberapa komponen penyedap sintesis berperan sebagai penguat aroma pada penyedap alami, contoh asetel dehida. Contoh penyedap sintesis yang memberikan aroma etil butirat atau etil 3 hidroksi butirat dapat memberikan aroma anggur. Sedangkan contoh bahan aromatik kimia sebagai penyedap yaitu eter, asam, alkohol, keton, lakton, merkaptan, dll.
7.    Pengatur keasaman
Pengatur keasaman merupakan senyawa kima yang bersifat asam dan merupakan salah satu dari bahan tambahan pangan yang sengaja ditambahkan ke dalam pangan dengan berbagai tujuan.
Fungsi pengatur keasaman pada makanan adalah untuk membuat makanan menjadi lebih asam, lebih basa, atau menetralkan makanan. Pengatur keasaman mungkin ditambahkan langsung ke dalam makanan, tetapi seringkali terdapat di dalam bahan-bahan yang digunakan untuk membuat makanan. Beberapa pengatur keasaman yang diizinkan untuk digunakan dalam makanan, diantaranya adalah aluminium amonim/ kalium/ natrium sulfat, asam laktat, asam sitrat, kalium, dan natrium bikarbonat.
8.    Pemutih dan pamatang tepung
Pemutih dan pematang tepung adalah bahan yang dapat mempercepat proses pemutihan dan sekaligus pematangan tepung sehingga dapat memperbaiki mutu hasil pemanggangan, misalnya dalam pembuatan roti, kraker, biskuit, dan kue. Beberapa bahan pemutih dan pematang tepung yang diizinkan untuk makanan diantaranya adalah asam askorbat, kalium bromat, natrium stearoil-2-laktat.
·      Pemutih dan pematang tepung
ü Asam askorbat (vit C)
ü Aseton peroksida
ü Azodikarbonamida
ü Kalsium steroil 2 laktilat, natrium stearil fumarat dan natrium stroil 2 laktilat
ü  L sistein
·      Bahan pengeras
ü Aluminium amonium sulfat
ü Aluminium kalium sulfat
ü Kalsium karbonat
ü Kalsium klorida
ü Kalsium sitrat
ü Kalsium fosfat, dll
9.    Pengemulsi
Pengemulsi adalah suatu bahan yang dapat mengurangi kecepatan tegangan permukaan dan tegangan dua fase yang dalam keadaan normal tidak saling melarutkan, menjadi dapat bercampur dan selanjutnya dapat membentuk emulsi.
Fungsi dari pengemulsi, pemantap dan pengenatl dalam makanan adalah untuk memantapkan emulsi dari lemak dan air sehingga produk tetap stabil, tidak meleleh, tidak terpisah antara bagian lemak dan air, serta mempunyai tekstur yang kompak. Bahan-bahan pengemulsi, pemantap dan penstabil yang diizinkan digunakan dalam makanan diantaranya agar, alginate, dekstrin, gelatine, gum, karagenan, lesitin, CMC, dan pektin.
Nama Bahan Tambahan Pangan
Jenis Bahan Pangan
Agar
Es krim, yoghurt, keju olahan, sardin, kaldu
Amonium alginat
Es krim
Asam alginat
Sardin, keju
Asetil dipati adipat
Yoghurt, kaldu
Asetil dipati gliserol
Es krim, sardin, sayur kalengan, pangan bayi
Dekstrin
Es krim, yoghurt, keju, kaldu
Dikalsium fosfat
Keju, susu evaporasi, SKM, krim, susu bubuk
Dinatrium bifosfat
Keju
10.    Pengeras
Pengeras ditambahkan ke dalam makanan untuk membuat makanan menjadi lebih keras atau mencegah makanan menjadi lebih lunak. Beberapa bahan pengeras yang diizinkan untuk makanan diantaranya kalsium glukonat, kalsium klorida, dan kalsium sulfat.
11.    Sekuestran
Sekuestran adalah bahan yang dapat mengikat ion logam pada makanan sehingga memantapkan warna dan tekstur makanan, atau mencegah perubahan warna-warna makanan. Beberapa bahan sekuestrans yang diizinkan untuk makanan di antaranya adalah asam fosfat, iso propil sitrat, kalsium dinatrium edetat (EDTA), monokalium fosfat, dan natrium pirofosfat.
12.    Enzim dan Penambah gizi.
Enzim yaitu BTP yang berasal dari hewan, tanaman atau mikroba, yang dapat menguraikan komponen pangan tertentu secara enzimatis, sehingga membuat makanan menjadi lebih empuk, lebih larut dll. Penambahan gizi yaitu penambahan berupa asam amino, mineral dan vitamin, baik tunggal maupun campuran yang dapat meningkatkan nilai gizi makanan. Humektan yaitu BTP yang dapat menyerap uap air sehingga mempertahankan kadar air bahan pangan.

2.4  BTP Terlarang Dan Berbahaya

BTP dapat berupa ekstrak bahan alami atau hasil sintesis kimia. Bahan yang berasal dari alam umumnya tidak berbahaya, sementara BTP artifisial atau sintetik mempunyai risiko terhadap kesehatan jika disalahgunakan pemakaiannya. Produsen pangan skala rumah tangga atau industri kecil memakai Bahan tambahan yang dinyatakan berbahaya bagi kesehatan karena alasan biaya. Tidak jarang, produk pangan ditambahkan zat yang bukan untuk makanan tapi untuk industri lain, misalnya untuk tekstil, dan cat. Badan POM (Pengawas Obat dan Makanan) menemukan banyak produk-produk yang mengandung formalin. Formalin bersifat desinfektan, pembunuh hama, dan sering dipakai untuk mengaetkan mayat. Pewarna tekstil seperti Rhodamin B sering pula ditemukan pada kerupuk dan terasi. Mengkonsumsi makanan yang mengandung formalin atau Rhodamin dapat menyebabkan kerusakan organ dalam tubuh dan kanker.
Dapat kita ketahui banyak jenis BTP yang dapat digunakan secara legal. Namun pada kenyataannya masih banyak para produsen makanan yang menggunakan bahan additive terlarang pada makanan terutama makanan kecil.
Beberapa bahan tambahan yang dilarang digunakan dalam makanan menurut PerMenkes RI Nomor 722/Menkes/Per/IX/88, sebagai berikut :
1.    Natrium tetraborat (boraks)
2.    Formalin (formaldehyd)
3.     Minyak nabati yang dibrominasi (brominated vegetable oils)
4.    Kloramfenikol (chlorampenicol)
5.    Kalium klorat (pottasium clorate)
6.    Dietilpirokarbonat (diethylpyrocarbonate, DEPC)
7.    Nitrofuranzon (nitrofuranzone)
8.    P-Phenetil Karbamida (p-Phenethycarbamide, dulcin, 4-ethoxyphenyl urea)
9.    Asam salisilat dan garamnya (salicylic acid and its salt)
Sedangkan menurut Menteri Kesehatan RI nomor 1168/Menkes/PER/X/1999, selain bahan tambahan diatas masih ada tambahan kimia yang dilarang seperti Rhodamin B (Pewarna merah, methanyl yellow (pewarna kuning), Dulsin (pemanis sintetis) dan kalsium bromat (pengeras).
Asam borat atau Boraks (boric acid) merupakan zat pengawet berbahaya yang tidak dizinkan digunakan sebagai campuran bahan makanan. Boraks adalah senyawa berbentuk kristal putih, tidak berbau, dan stabil pada suhu dan tekanan normal. Dalam air, boraks berubah menjadi natrium hidroksida dan asam borat.
Boraks umumnya digunakan untuk mematri logam, pembuatan gelas dan enamel, sebagai pengawet kayu, dan pembasmi kecoa. Boraks ini sering disalah gunakan untuk dicampurkan dalam pembuatan baso, tahu, ikan asin, mie dll.
Boraks bersifat iritan dan racun bagi sel-sel tubuh, berbahaya bagi susunan saraf pusat, ginjal dan hati. Jika tertelan dapat menimbulkan kerusakan pada usus, otak atau ginjal. Kalau digunakan berulang-ulang serta kumulatif akan tertimbun dalam otak, hati dan jaringan lemak. Asam boraks ini akan menyerang sistem saraf pusat dan menimbulkan gejala kerusakan seperti rasa mual, muntah, diare, kejang perut, iritasi kulit dan jaringan lemak, gangguan peredaran darah, kejang-kejang akibatnya koma, bahkan kematian dapat terjadi karena ada gangguan sistem sirkulasi darah.
Asam salisilat sering disebut aspirin. Pada aspirin ini adalah analgetik dan anti-inflamasi. Penelitian telah menunjukkan bahwa aspirin dapat mengurangi jumlah asam folat dalam darah, meskipun kepastian perubahan belum terbukti.  Asam salisilat (ortho-Hydroxybenzoik acid) dapat mencegah terjadinya penjamuran pada buah dan telah digunakan dalam pabrik cuka. Namun, penggunaan asam salisilat sebagai pengawet makanan seperti yang diatur Pemerintah Amerika pada tahun 1904 disalahgunakan untuk pengawet makanan pada produsen-produsen makanan yang nakal.
Asam salisilat dilarang digunakan sebagai bahan pengawet makanan di Indonesia. Pasalnya, asam salisilat memiliki iritasi kuat ketika terhirup atau tertelan. Bahkan ketika ditambah air, asam salisilat tetap memberikan gangguan kesehatan pada tubuh karena dapat menyebabkan nyeri, mual, dan muntah jika tertelan.
Pada sebuah sebuah survei terhadap sup sayuran, disebutkan bahwa sup sayuran nonorganik mengandung asam salisilat hampir enam kali lipat ketimbang sup sayuran organik. Kandungan asam salisilat dalam tanaman secara alami berguna untuk tanaman bertahan dari serangan penyakit. Namun bila kandungan asam salisilat melebihi dan berlebihan masuk ke dalam tubuh, maka gangguan kesehatan dapat terjadi, misalnya terjadi pengerasan dinding pembuluh darah dan kanker saluran pencernaan.
Dietilpirokarbonat (DEP) termasuk di dalam bahan kimia karsinogenik mengandung unsur kimia C6H10O5 adalah bahan kimia sintetis yg tdk ditemukan dlm produk-produk alami dan digunakan sebagai pencegah peragian pada minuman yang mengandung alkohol maupun minuman yang tidak beralkohol. DEP sering digunakan untuk susu dan produk susu, bir, jus jeruk dan minuman buah-buahan lain sehingga minuman ini dapat bertahan lama. DEP apabila masuk ke dalam tubuh dan terakumulasi dalam jangka panjang, dapat memicu timbulnya kanker.
Dulsin adalah pemanis sintetik yang memiliki ras manis kira-kira 250 kali dari sukrosa atau gula tebu, yang tidak ditemukan pada produk-produk pemanis alami lainnya. Dulsin telah diusulkan untuk digunakan sebagai pemanis tiruan. Dulsin ditarik total dari peredaran pada tahun 1954 setelah dilakukan pengetesan dulsin pada hewan dan menampakkan sifat karsinogenik yang dapat memicu munculnya kanker.
Formalin merupakan zat pengawet terlarang yang paling banyak disalahgunakan untuk produk pangan. Zat ini termasuk bahan beracun dan berbahaya bagi kesehatan manusia. Jika kandungannya dalam tubuh tinggi, akan bereaksi secara kimia dengan hampir semua zat yang terdapat dalam sel sehingga menekan fungsi sel dan menyebabkan kematian sel yang menyebabkan keracunan pada tubuh. Formalin adalah larutan 37 persen formaldehida dalam air, yang biasanya mengandung 10 sampai 15 persen metanol untuk mencegah polimerasi. Formalin dapat dipakai sebagai bahan anti septik, disenfektan, dan bahan pengawet dalam biologi. Zat ini juga merupakan anggota paling sederhana dan kelompok aldehid dengan rumus kimia HCHO.
Kalium bromat (potasium bromat) digunakan untuk memperbaiki tepung yang dapat mengeraskan kue. Kalium bromat digunakan para pembuat roti maupun perusahaan pembuat roti untuk membantu proses pembuatan roti dalam oven dan menciptakan tekstur bentuk yang lebih bagus pada proses penyelesaian akhir produknya.bila digunakan dalam jumlah kecil, zat ini akan hilang selama pembakaran atau pemanasan. Bila terlalu banyak digunakan,sisas kalium bromat akan tetap banyak dalam roti.
Kalium bromat dilarang pada beberapa negara karena dianggap sebagai karsinogen, pemicu kanker. The Centre for Science in teh Public Interest (CPSI), sebuah lembaga advokasi nutrisi dan kesehatan terkemuka di Amerika Serikat, mengajukan permohonan kepada food and Drug Administration (FDA) untuk melarang penggunaan kalium bromat. Di negara-negara Eropa, Inggris, da Kanada, kalium bromat telah dilarang mulai 1990 an.
Kalium klorat (KClO3) salah satu fungsinya sebagai pemutih, sehingga sering dimasukkan dalam obat kumur pemutih dan pasata gigi. Sejak tahun 1988, Pemerintah Indonesia sudah melarang penggunaan kalium klorat sebagai bahan tambahan makanan karena senyawa ini dapat merusak tubuh bahkan kematian. Jika terpapar dalam jangka waktu lama dapat menyebabkan methemoglobinemia (kelainan dalam darah), kerusakan hati dan ginjal, iritasi pada kulit, mata, dan saluran pernapasan. Bila dimakan bersamaan dengan produk pangan, kalium klorat dapat menyebabkan iritasi pada saluran pencernaan, gejalanya mual, muntah dan diare.




BAB III

PENUTUP


3.1  Kesimpulan

·      Bahan Tambahan Pangan (BTP) adalah senyawa yang sengaja ditambahkan ke dalam makanan dengan jumlah dan ukuran tertentu dan teribat dalam proses pengolahan, pengemasan, dan atau penyimpanan.
·      BTP secara umum bertujuan untuk meningkatkan nilai gizi makanan, memperbaiki nilai estetika dan sensori makanan. Dan memperpanjang umur simpan (shelf life) makanan.
·      Fungsi BTP berdasarkan yaitu sebagai: Antioksidan; Antikempal; Pengasam,penetral dan pendapar; Enzim; Pemanis buatan; Pemutih dan pematang; Penambah gizi; Pengawet; Pengemulsi, pemantap dan pengental; Pengeras; Pewarna sintetis dan alami; Penyedap rasa dan aroma, Sekuestran; dll
·      BTP yang dilarang penggunaannya: Boraks, formalin, minyak nabati yang dibrominasi, dietilpirokarbonat kloramfenikol, kalium klorat, nitrofurazon, dulcin, asam salisilat dan garamnya.




DAFTAR PUSTAKA


Anggrahini, Sri. 2008. Keamanan Pangan Kaitannya dengan Penggunaan Bahan Tambahan dan Kontaminan. Diakses di : http://lib.ugm.ac.id/digitasi/upload/732_pp0906016.pdf pada tanggal 24 Mei 2013.
Puspasari,  Karen.  2007. Aplikasi Teknologi Dan Bahan Tambahan Pangan Untuk Meningkatkan Umur Simpan Mie Basah Matang. Diakses Di: Http://Repository.Ipb.Ac.Id/Bitstream/Handle/123456789/11791/F07kpu.Pdf pada tanggal 24 Mei 2013.
Saparinto, Cahyo dan Hidayati, Diana. 2006. Bahan Tambahan Pangan. Yogyakarta: Kanisius.
Viana, Aktia. 2012. Pengetahuan, Sikap dan Tindakan Guru Sekolah Dasar tentang Makanan yang Mengandung Bahan Tambahan Pangan pada Sekolah Dasar di Kelurahan Mabar Kecamatan Medan Deli Tahun 2011. Diakses di: http://repository.usu.ac.id/handle/123456789/31260 pada tanggal 25 Mei 2013.




ASUHAN GIZI

. PEMERINTAH DAERAH PROVINSI...................... RSU ............................... FORMULIR CATATAN ASUH...