Friday, October 8, 2010

Bioteknologi Konvensional Pada Tempe


BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Bioteknologi adalah cabang ilmu yang mempelajari pemanfaatan makhluk hidup (bakteri, fungi, virus, dan lain-lain), maupun produk dari makhluk hidup (enzim, alkohol) dalam proses produksi untuk menghasilkan barang dan jasa. Sebagai contoh, di bidang teknologi pangan adalah pembuatan bir, roti, maupun keju yang sudah dikenal sejak abad ke-19. Di bidang medis, penerapan bioteknologi di masa lalu dibuktikan antara lain dengan penemuan vaksin, antibiotik, dan insulin walaupun masih dalam jumlah yang terbatas akibat proses fermentasi yang tidak sempurna. Perubahan signifikan terjadi setelah penemuan bioreaktor oleh Louis Pasteur. Dengan alat ini, produksi antibiotik maupun vaksin dapat dilakukan secara massal.
Pada masa ini, bioteknologi berkembang sangat pesat, terutama di negara-negara maju. Ditandai dengan ditemukannya berbagai macam teknologi semisal rekayasa genetika, kultur jaringan, DNA rekombinan, pengembangbiakan sel induk, kloning, dan lain-lain. Bioteknologi secara umum berarti meningkatkan kualitas suatu organisme melalui aplikasi teknologi. Bioteknologi dibagi ke dalam bioteknologi modern dan bioteknologi konvensional, yang mana akan di ulas didalam makalah ini tepatnya adalah pembuatan tempe, dimana dalam pembuatan tempe berlangsung proses fermentasi.
1.2 Rumusan Masalah
· Apa yang dimaksud dengan fermentasi?
· Bagaimanakah proses fermentasi pada tempe berlangsung?
· Apa saja yang terkandung dalam tempe?
1.3 Tujuan
Percobaan ini dilakukan oleh penulis dengan tujuan sebagai berikut :
· Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan fermentasi.
· Untuk mengetahui bagaimana proses yang berlangsung pada fermentasi tempe dan cara membuatnnya.
· Untuk mengetahui dan memahami apa saja yang terkandung dalam tempe.
1.4 Manfaat
Manfaat yang didapatkan oleh penulis yaitu :
· Mengetahui apa yang dimaksud dengan fermentasi.
· Dapat mengetahui bagaimana proses yang berlangsung pada fermentasi tempe dan cara membuatnya.
· Dapat praktek membuat tempe sendiri.
· Dapat mengetahui dan memahami apa saja yang terkandung dalam tempe.
1.5 Sistematika Penulisan
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
1.2 Rumusan Masalah
1.3 Tujuan
1.4 Manfaat
1.5 Sistematika Penulisan
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Dasar teori
BAB III METODE PENELITIAN
3.1 Jenis Data
3.2 .. Teknik Pengambilan Data
3.3 .. Teknik Pengolahan Data
BAB IV PEMBAHASAN
4.1 Pengertian Fermentasi
4.2 Proses Fermentasi pada Tempe
4.3 Khasiat dan Kandungan yang Terdapat pada Tempe
BAB V PENUTUP
5.1 .. Kesimpulan
5.2 .. Saran
DAFTAR PUSTAKA
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Dasar Teori
Bioteknologi adalah ilmu terapan yang melibatkan disiplin ilmu mikrobiologi, biokoimia, genetika dan biologi molekuler. Bioteknologi dikembangkan untuk meningkatkan nilai bahan mentah dengan memanfaatkan kemampuan mikroorganisme atau bagian-bagiannya, misalnya bakteri dan kapang. Boiteknologi tidak terlepas dari mikroorganisme sebagai subjek (pelaku).
Mikroorganisme yang dimaksud adalah viris, bakteri, jamur, alga, dan protozoa. Pemanfaatan mikroorganisme untuk bioteknologi sangat membantu manusia untuk mengatasi berbagai masalah, salah satunya dibidang makanan. Mikroorganisme yang diterapkan untuk menghasilkan produk dalam skala industri dengan menggunakan sistem atau proses bioteknologi, dikatagorikan sebagai bioteknologi modern. Bioteknologi modern memanfaatkan organisme dalam tingkat seluler atau molekuler, antara lain kultur jaringan, rekayasa genetika, dan kloning. (Suharno, dkk. 2007:172)
Pada masa ini, bioteknologi berkembang sangat pesat, terutama di negara negara maju. Kemajuan ini ditandai dengan ditemukannya berbagai macam teknologi semisal rekayasa genetika, kultur jaringan, DNA rekombinan, pengembangbiakan sel induk, kloning, dan lain-lain. Teknologi ini memungkinkan kita untuk memperoleh penyembuhan penyakit-penyakit genetik maupun kronis yang belum dapat disembuhkan, seperti kanker ataupun AIDS. Penelitian di bidang pengembangan sel induk juga memungkinkan para penderita stroke ataupun penyakit lain yang mengakibatkan kehilangan atau kerusakan pada jaringan tubuh dapat sembuh seperti sediakala. Di bidang pangan, dengan menggunakan teknologi rekayasa genetika, kultur jaringan dan DNA rekombinan, dapat dihasilkan tanaman dengan sifat dan produk unggul karena mengandung zat gizi yang lebih jika dibandingkan tanaman biasa, serta juga lebih tahan terhadap hama maupun tekanan lingkungan. Penerapan bioteknologi di masa ini juga dapat dijumpai pada pelestarian lingkungan hidup dari polusi. Sebagai contoh, pada penguraian minyak bumi yang tertumpah ke laut oleh bakteri, dan penguraian zat-zat yang bersifat toksik (racun) di sungai atau laut dengan menggunakan bakteri jenis baru.
Istilah bioteknologi mencakup dua pengertian sekaligus yaitu pengertian bioteknologi konvensional dan bioteknologi modern. Proses yang dibantu mikroorganisme ada dua, yaitu fermentasi tradisional (seperti tempe, tape, kecap, dan sebagainya) dan fermentasi modern (seperti keju dan yoghurt). Ciri khas yang tampak pada bioteknologi konvensional, yaitu adanya penggunaan makhluk hidup secara langsung dan belum tahu adanya penggunaan enzim. Mikroorganisme dapat membantu proses pembuatan bahan pangan menjadi bentuk lain. Prosesnya disebut fermentasi yang termasuk dalam proses bioteknologi konvensional.
BAB III
METODE PENELITIAN
Metode penelitian yang digunakan oleh penulis dalam makalah ini adalah metode penelitian deskriptif kualitatif. Metode kualitatif ini merupakan menggambarkan secara tepat sifat-sifat suatu individu, keadaan, gejala dari kelompok tertentu.
3.1 Jenis Data
Data-data yang diperoleh penulis, didapatkan dari berbagai sumber yaitu dari buku, internet, juga data yang diperoleh dari hasil percobaan.
3.2 Teknik Pengambilan Data
· Alat dan bahan
1. Tampah
2. Baskom
3. Panci
4. Kompor
5. Kain
6. 1 kg kacang kedelai
7. 1 ½ ragi tempe
8. Plastik untuk membungkus tempe

Gambar 1.1
Cara membuat :
1. Gunakan tampah untuk menampi kedelai sehingga kotoran dan kedelai yang rusak yang tercampur dapat terbuang.
2. Setelah kedelai bersih dari kotoran, kemudian cuci kedelai sampai bersih.
3. Rebus kacang kedelai sampai air mendidih dan empuk selama 1½ jam atau lebih. Kemudian ditiriskan selama 24 jam. Setelah itu, kedelai dikuliti.
4. Kemudian taburi biji kedelai dengan ragi secukupnya (tahap fementasi). Lalu aduk agar ragi dan biji kedelai tercampur hingga rata. Kemudian bungkus dengan plastik atau daun yang kemudian dilubangi atau di tusuk-tusuk memakai pisau atau lidi.
5. Setelah itu, letakan kantong- kantong tempe di tampah atau tempat lainnya. Kemudian tutup tempe tersebut dengan kain bersih.
6. Proses fermentasi ini mencapai 26 jam, kemudian kain bisa di buka.
3.3Teknik Pengolahan Data
§ Pengamatan atau observasi
Pengamatan atau observasi merupakan salah satu teknik pengumpulan data/fakta yang cukup efektif untuk mempelajari suatu sistem.
§ Analisis
Analisis adalah penyelidikan terhadap suatu peristiwa untuk mengetahui keadaan yang sebenarnya (sebab-musabab, duduk perkaranya, dsb). Penguraian suatu pokok atas berbagai bagiannya dan penelaahan bagian itu sendiri serta hubungan antar-bagian untuk memperoleh pengertian yang tepat dan pemahaman arti keseluruhan pemecahan persoalan yang dimulai dengan dugaan akan kebenarannya.
§ Interpretasi
Interpretasi atau penafsiran adalah proses penafsiran yang sedang berlangsung atau hasilnya. Suatu interpretasi dapat merupakan bagian dari suatu presentasi atau penggambaran informasi yang diubah untuk menyesuaikan dengan suatu kumpulan simbol spesifik.
§ Konklusi atau Penalaran
Konklusi atau penalaran adalah proses berpikir yang bertolak dari pengamatan indera (observasi empirik) yang menghasilkan sejumlah konsep dan pengertian.
BAB IV
PEMBAHASAN
4.1 Pengertian Fermentasi
Fermentasi adalah proses produksi energi dalam sel dalam keadaan anaerobik (tanpa oksigen). Secara umum, fermentasi adalah salah satu bentuk respirasi anaero-bik, akan tetapi, terdapat definisi yang lebih jelas yang mendefinisikan fermentasi sebagai respirasi dalam lingkungan anaero-bik dengan tanpa akseptor electron eksternal.
Gambar 1.2
Reaksi dalam fermentasi berbeda-beda tergantung pada jenis gula yang digunakan dan produk yang dihasilkan. Secara singkat, glukosa (C6H12O6) yang merupakan gula paling sederhana, melalui fermentasi akan menghasilkan etanol (2C2H5OH). Reaksi fermentasi ini dilakukan oleh ragi, dan digunakan pada produksi makanan.
Persamaan Reaksi Kimia:
C6H12O6 → 2C2H5OH + 2CO2 + 2 ATP (Energi yang dilepaskan:118 kJ per mol)
Dijabarkan sebagai:
Gula (glukosa, fruktosa, atau sukrosa) → Alkohol (etanol) + Karbon dioksida + Energi (ATP)
Jalur biokimia yang terjadi, sebenarnya bervariasi tergantung jenis gula yang terlibat, tetapi umumnya melibatkan jalur glikolisis, yang merupakan bagian dari tahap awal respirasi aerobik pada sebagian besar organisme. Jalur terakhir akan bervariasi tergantung produk akhir yang dihasilkan.
Menurut Sorenson dan Hesseltine (1986), Rhizopus sp tumbuh baik pada kisaran pH 3,4-6. Pada penelitian semakin lama waktu fermentasi, pH tempe semakin meningkat sampai pH 8,4, sehinggajamur semakin menurun karena pH tinggi kurang sesuai untuk pertumbuhan jamur. Secara umum jamur juga membutuhkan air untuk pertumbuhannya, tetapi kebutuhan air jamur lebih sedikit dibandingkan dengan bakteri. Selain pH dan kadar air yang kurang sesuai untuk pertumbuhan jamur, jumlah nutrien dalam bahan, juga dibutuhkan oleh jamur. Rhizopus oligosporus menghasilkan enzim-enzim protease.
Perombakan senyawa kompleks protein menjadi senyawa-senyawa lebih sederhana adalah penting dalam fermentasi tempe, dan merupakan salah satu faktor utama penentu kualitas tempe, yaitu sebagai sumber protein nabati yang memiliki nilai cerna amat tinggi. Kandungan protein yang dinyatakan sebagai kadar total nitrogen memang tidak berubah selama fermentasi. Perubahan terjadi atas kadar protein terlarut dan kadar asam amino bebas.
4.2 Proses Fermentasi pada Tempe
Tempe adalah makanan yang dibuat dari fermentasi terhadap biji kedelai atau beberapa bahan lain yang menggunakan beberapa jenis kapang Rhizopus, seperti Rhizopus oligosporus, Rh. oryzae, Rh. stolonifer (kapang roti), atau Rh. `tempe disebabkan adanya miselia jamur yang tumbuh pada permukaan biji kedelai. (http://id.wikipedia.org)
Tekstur kompak juga disebabkan oleh miselia jamur yang menghubungkan biji-biji kedelai tersebut. Banyak sekali jamur yang aktif selama fermentasi, tetapi umumnya para peneliti menganggap bahwa Rhizopus sp merupakan jamur yang paling dominan. Jamur yang tumbuh pada kedelai tersebut menghasilkan enzim-enzim yang mampu merombak senyawa organik kompleks menjadi senyawa yang lebih sederhana sehingga senyawa tersebut dengan cepat dapat dipergunakan oleh tubuh.
Berdasarkan suatu penelitian, pada tahap fermentasi tempe ditemukan adanya bakteri Micrococcus sp. Bakteri Micrococcus sp. adalah bakteri berbentuk kokus, gram positif, berpasangan tetrad atau kelompok kecil, aerob dan tidak berspora, bisa tumbuh baik pada medium nutrien agar pada suhu 30°C dibawah kondisi aerob. Bakteri ini menghasilkan senyawa isoflavon (sebagai antioksidan). Adanya bakteri Micrococcus sp. pada proses fermentasi tempe tidak terlepas dari tahapan pembuatan tempe, yang meliputi: penyortiran, pencucian biji kedelai diruang preparasi, pengupasan kulit, perebusan kedelai, perendaman kedelai, penirisan, peragian, pembungkusan, dan pemeraman. Selain itu faktor lingkungan juga mempengaruhi pertumbuhan bakteri antara lain, waktu, suhu, air, pH, suplai makanan dan ketersediaan oksigen.
Kapang yang tumbuh pada kedelai menghidrolisis senyawa-senyawa kompleks menjadi senyawa sederhana yang mudah dicerna oleh manusia. Secara umum, tempe berwarna putih karena pertumbuhan miselia kapang yang merekatkan biji-biji kedelai sehingga terbentuk tekstur yang memadat. Degradasi komponen-komponen kedelai pada fermentasi membuat tempe memiliki rasa dan aroma khas. Berbeda dengan tahu, tempe terasa agak masam.
· Proses Pembuatan Tempe
Terdapat berbagai metode pembuatan tempe. Namun, teknik pembuatan tempe di Indonesia secara umum terdiri dari tahapan perebusan, pengupasan, perendaman dan pengasaman, pencucian, inokulasi dengan ragi, pembung-kusan, dan fermentasi.
Pada tahap awal pembuatan tempe, biji kedelai direbus. Tahap perebusan ini berfungsi sebagai proses hidrasi, yaitu agar biji kedelai menyerap air sebanyak mungkin. Perebusan juga dimaksudkan untuk melunakkan biji kedelai supaya nantinya dapat menyerap asam pada tahap perendaman.
Kemudian kulit biji kedelai dikupas, pada tahap pengupasan agar miselium fungi dapat menembus biji kedelai selama proses fermentasi. Pengupasan dapat dilakukan dengan tangan, diinjak-injak dengan kaki, atau dengan alat pengupas kulit biji. Setelah dikupas, biji kedelai direndam. Tujuan tahap perendaman ialah untuk hidrasi biji kedelai dan membiarkan terjadinya fermentasi asam laktat secara alami agar diperoleh keasaman yang dibutuhkan untuk pertumbuhan fungi. Fermentasi asam laktat terjadi dicirikan oleh munculnya bau asam dan buih pada air rendaman akibat pertumbuhan bakteri Lactobacillus. Bila pertumbuhan bakteri asam laktat tidak optimum misalnya di negara-negara subtropis, asam perlu ditambahkan pada air rendaman. Fermentasi asam laktat dan pengasaman ini ternyata juga bermanfaat meningkatkan nilai gizi dan menghilangkan bakteri-bakteri beracun. Proses pencucian akhir dilakukan untuk menghilangkan kotoran yang mungkin dibentuk oleh bakteri asam laktat dan agar biji kedelai tidak terlalu asam. Bakteri dan kotorannya dapat menghambat pertumbuhan fungi.
Inokulasi dilakukan dengan penambahan inokulum, yaitu ragi tempe atau laru. Inokulum dapat berupa kapang yang tumbuh dan dikeringkan pada daun waru atau daun jati (disebut usar; digunakan secara tradisional), spora kapang tempe dalam medium tepung (terigu, beras, atau tapioka; banyak dijual di pasaran), ataupun kultur R. oligosporus murni (umum digunakan oleh pembuat tempe di luar Indonesia). Inokulasi dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu (1) penebaran inokulum pada permukaan kacang kedelai yang sudah dingin dan dikeringkan, lalu dicampur merata sebelum pembungkusan; atau (2) inokulum dapat dicampurkan langsung pada saat perendaman, dibiarkan beberapa lama, lalu dikeringkan. Setelah diinokulasi, biji-biji kedelai dibungkus atau ditempatkan dalam wadah untuk fermentasi. Berbagai bahan pembungkus atau wadah dapat digunakan (misalnya daun pisang, daun waru, daun jati, plastik, gelas, kayu, dan baja), asalkan memungkinkan masuknya udara karena kapang tempe membutuhkan oksigen untuk tumbuh. Bahan pembungkus dari daun atau plastik biasanya diberi lubang-lubang dengan cara ditusuk-tusuk.
Biji-biji kedelai yang sudah dibungkus dibiarkan untuk mengalami proses fermentasi. Pada proses ini kapang tumbuh pada permukaan dan menembus biji-biji kedelai, menyatukannya menjadi tempe. Fermentasi dapat dilakukan pada suhu 20 °C–37 °C selama 18–36 jam. Waktu fermentasi yang lebih singkat biasanya untuk tempe yang menggunakan banyak inokulum dan suhu yang lebih tinggi, sementara proses tradisional menggunakan laru dari daun biasanya membutuhkan waktu fermentasi sampai 36 jam.
(http://id.wikipedia.org)
4.3 Khasiat dan Kandungan yang Terdapat pada Tempe
Tempe berpotensi untuk digunakan melawan radikal bebas, sehingga dapat menghambat proses penuaan dan mencegah terjadinya penyakit degeneratif (aterosklerosis, jantung koroner diabetes melitus, kanker, dan lain-lain). Selain itu tempe juga mengandung zat anti bakteri penyebab diare, penurun kolesterol darah, pencegah penyakit jantung, hipertensi, dan lain-lain.
Komposisi gizi tempe baik kadar protein, lemak, dan karbohidratnya tidak banyak berubah dibandingkan dengan kedelai. Namun, karena adanya enzim pencernaan yang dihasilkan oleh kapang tempe, maka protein, lemak, dan karbohidrat pada tempe menjadi lebih mudah dicerna di dalam tubuh dibandingkan yang terdapat dalam kedelai. Oleh karena itu, tempe sangat baik untuk diberikan kepada segala kelompok umur (dari bayi hingga lansia), sehingga bisa disebut sebagai makanan semua umur. Dibandingkan dengan kedelai, terjadi beberapa hal yang menguntungkan pada tempe. Secara kimiawi hal ini bisa dilihat dari meningkatnya kadar padatan terlarut, nitrogen terlarut, asam amino bebas, asam lemak bebas, nilai cerna, nilai efisiensi protein, serta skor proteinnya.
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa zat gizi tempe lebih mudah dicerna, diserap, dan dimanfaatkan tubuh dibandingkan dengan yang ada dalam kedelai. Ini telah dibuktikan pada bayi dan anak balita penderita gizi buruk dan diare kronis. Dengan pemberian tempe, pertumbuhan berat badan penderita gizi buruk akan meningkat dan diare menjadi sembuh dalam waktu singkat. Pengolahan kedelai menjadi tempe akan menurunkan kadar raffinosa dan stakiosa, yaitu suatu senyawa penyebab timbulnya gejala flatulensi (kembung perut). Mutu gizi tempe yang tinggi memungkinkan penambahan tempe untuk meningkatkan mutu serealia dan umbi-umbian. Hidangan makanan sehari-hari yang terdiri dari nasi, jagung, atau tiwul akan meningkat mutu gizinya bila ditambah tempe. Sepotong tempe goreng (50 gram) sudah cukup untuk meningkatkan mutu gizi 200 g nasi. Bahan makanan campuran beras-tempe, jagung-tempe, gaplek-tempe, dalam 7:3, sudah cukup baik untuk diberikan kepada anak balita. Asam lemak selama proses fermentasi tempe, terdapat tendensi adanya peningkatan derajat ketiak jenuhan terhadap lemak. Dengan demikian, asam lemak tidak jenuh majemuk (polyunsaturated fattyacids, PUFA) meningkat jumlahnya. Dalam proses itu asam palmitat dan asam linoleat sedikit mengalami penurunan, sedangkan kenaikan terjadi pada asamoleat dan linolenat (asam linolenat tidak terdapat pada kedelai).
Asam lemak tidak jenuh mempunyai efek penurunan terhadap kandungan kolesterol serum, sehingga dapat menetralkan efeknegatif sterol di dalam tubuh.
Vitamin. Dua kelompok vitamin terdapat pada tempe, yaitu larut air (vitamin B kompleks) dan larut lemak (vitamin A, D, E, dan K). Tempe merupakan sumber vitamin B yang sangat potensial. Jenis vitamin yang terkandung dalam tempe antara lain vitamin B1 (tiamin), B2 (riboflavin), asam pantotenat, asam nikotinat (niasin), vitamin B6 (piridoksin), dan B12 (sianokobalamin). Vitamin B12 umumnya terdapat pada produk-produk hewani dan tidak dijumpai pada makanan nabati (sayuran, buah-buahan, danbiji-bijian), namun tempe mengandung vitamin B12 sehingga tempe menjadi satu-satunya sumber vitamin yang potensial dari bahan pangan nabati. Kenaikan kadar vitamin B12 paling mencolok pada pembuatan tempe; vitamin B12 aktivitasnya meningkat sampai 33 kali selama fermentasi dari kedelai, riboflavin naik sekitar 8-47 kali,piridoksin 4-14 kali, niasin 2-5 kali, biotin 2-3 kali, asam folat 4-5kali, dan asam pantotenat 2 kali lipat. Vitamin ini tidak diproduksi oleh kapang tempe, tetapi oleh bakteri kontaminan seperti Klebsiella pneumoniae dan Citrobacter freundii. Kadar vitamin B12 dalam tempe berkisar antara 1,5 sampai 6,3 mikrogram per 100 gram tempe kering. Jumlah ini telah dapat mencukupi kebutuhan vitamin B12 seseorang per hari. Dengan adanya vitamin B12 pada tempe, para vegetarian tidak perlu merasa khawatir akan kekurangan vitamin B12, sepanjang mereka melibatkan tempe dalam menu hariannya.Mineral tempe mengandung mineral makro dan mikro dalam jumlah yangcukup. Jumlah mineral besi, tembaga, dan zink berturut-turutadalah 9,39; 2,87; dan 8,05 mg setiap 100 g tempe. Kapang tempe dapat menghasilkan enzim fitase yang akan menguraikan asam fitat (yang mengikat beberapa mineral) menjadi fosfor dan inositol. Dengan terurainya asam fitat, mineral-mineral tertentu (seperti besi, kalsium, magnesium, dan zink) menjadi lebihtersedia untuk dimanfaatkan tubuh. Antioksidan Di dalam tempe juga ditemukan suatu zat antioksidan dalam bentuk isoflavon. Seperti halnya vitamin C, E, dan karotenoid,isoflavon juga merupakan antioksidan yang sangat dibutuhkan tubuh untuk menghentikan reaksi pembentukan radikal bebas.
Dalam kedelai terdapat tiga jenis isoflavon, yaitu daidzein, glisitein, dan genistein. Pada tempe, di samping ketiga jenis isoflavon tersebut juga terdapat antioksidan faktor II (6,7,4-trihidroksiisoflavon) yang mempunyai sifat antioksidan paling kuat dibandingkan dengan isoflavon dalam kedelai. Antioksidan inidisintesis pada saat terjadinya proses fermentasi kedelai menjadi tempe oleh bakteri Micrococcus luteus dan Coreyne bacterium.
Penuaan (aging) dapat dihambat bila dalam makanan yang dikonsumsi sehari-hari mengandung antioksidan yang cukup. Karena tempe merupakan sumber antioksidan yang baik, konsumsinya dalam jumlah cukup secara teratur dapat mencegah terjadinya proses penuaan dini. Penelitian yang dilakukan di Universitas North Carolina, AmerikaSerikat, menemukan bahwa genestein dan fitoestrogen yang terdapat pada tempe ternyata dapat mencegah kanker prostat dan payudara.
Tempe kaya akanserat pangan, kalsium, vitamin B dan zat besi. Berbagai macam kandungan dalam tempe mempunyai nilai obat, seperti antibiotika untuk menyembuhkan infeksi danantioksidan pencegah penyakit degeneratif.
Tempe banyak dikonsumsi di Indonesia, tetapi sekarang telah mendunia. Kaum vegetarian di seluruh dunia banyak yang telah menggunakan tempe sebagai pengganti daging. Akibatnya sekarang tempe diproduksi di banyak tempat di dunia, tidak hanya di Indonesia. Berbagai penelitian di sejumlah negara, seperti Jerman, Jepang, dan Amerika Serikat. Indonesia juga sekarang berusaha mengembangkan galur(strain) unggul Rhizopus untuk menghasilkan tempe yang lebih cepat, berkualitas, atau memperbaiki kandungan gizi tempe. Beberapa pihak mengkhawatirkan kegiatan ini dapat mengancam keberadaan tempe sebagai bahan pangan milik umum karena galur-galur ragi tempe unggul dapat didaftarkan hak patennya sehingga penggunaannya dilindungi undang-undang (memerlukan lisensi dari pemegang hak paten).
Tempe berpotensi untuk digunakan melawan radikal bebas, sehingga dapat menghambat proses penuaan dan mencegah terjadinya penyakit degeneratif (aterosklerosis, jantung koroner, diabetes melitus, kanker, dan lain-lain). Selain itu tempe juga mengandung zat antibakteri penyebab diare, penurun kolesterol darah, pencegah penyakit jantung, hipertensi, dan lain-lain.
Komposisi gizi tempe baik kadar protein, lemak, dan karbohidratnya tidak banyak berubah dibandingkan dengan kedelai. Namun, karena adanya enzim pencernaan yang dihasilkan oleh kapang tempe, maka protein, lemak, dan karbohidrat pada tempe menjadi lebih mudahdicerna di dalam tubuh dibandingkan yang terdapat dalam kedelai. Oleh karena itu, tempe sangat baik untuk diberikan kepada segala kelompok umur (dari bayi hingga lansia), sehingga bisa disebut sebagai makanan semua umur.
Dibandingkan dengan kedelai, terjadi beberapa hal yang menguntungkan pada tempe. Secara kimiawi hal ini bisa dilihat dari meningkatnya kadar padatan terlarut, nitrogen terlarut, asam amino bebas, asam lemak bebas, nilai cerna, nilai efisiensi protein, serta skor proteinnya.
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa zat gizi tempe lebih mudah dicerna, diserap, dan dimanfaatkan tubuh dibandingkan dengan yang ada dalam kedelai. Ini telah dibuktikan pada bayi dan anak balita penderita gizi buruk dan diare kronis.
Dengan pemberian tempe, pertumbuhan berat badan penderita gizi buruk akan meningkat dan diare menjadi sembuh dalam waktu singkat. Pengolahan kedelai menjadi tempe akan menurunkan kadar raffinosa dan stakiosa, yaitu suatu senyawa penyebab timbulnya gejala flatulensi (kembung perut).
Mutu gizi tempe yang tinggi memungkinkan penambahan tempe untuk meningkatkan mutu serealia dan umbi-umbian. Hidangan makanan sehari-hari yang terdiri dari nasi, jagung, atau tiwul akan meningkat mutu gizinya bila ditambah tempe.
Sepotong tempe goreng (50 gram) sudah cukup untuk meningkatkan mutu gizi 200 g nasi. Bahan makanan campuran beras-tempe, jagung-tempe, gaplek-tempe, dalam perbandingan 7:3, sudah cukup baik untuk diberikan kepada anak balita.
· Asam Lemak
Selama proses fermentasi tempe, terdapat tendensi adanya peningkatan derajat ketidakjenuhan terhadap lemak. Dengan demikian, asam lemak tidak jenuh majemuk (polyunsaturated fatty acids, PUFA) meningkat jumlahnya.
Dalam proses itu asam palmitat dan asam linoleat sedikit mengalami penurunan, sedangkan kenaikan terjadi pada asam oleat dan linolenat(asam linolenat tidak terdapat pada kedelai). Asam lemak tidak jenuh mempunyai efek penurunan terhadap kandungan kolesterol serum, sehingga dapat menetralkan efek negatif sterol di dalam tubuh.
· Vitamin
Dua kelompok vitamin terdapat pada tempe, yaitu larut air (vitamin B kompleks) dan larut lemak (vitamin A, D, E, dan K). Tempe merupakan sumber vitamin B yang sangat potensial. Jenis vitamin yang terkandung dalam tempe antara lain vitamin B1 (tiamin), B2 (riboflavin), asam pantotenat, asam nikotinat (niasin), vitamin B6 (piridoksin), dan B12 (sianokobalamin).
Vitamin B12 umumnya terdapat pada produk-produk hewani dan tidak dijumpai pada makanan nabati (sayuran, buah-buahan, dan biji-bijian), namun tempe mengandung vitamin B12 sehingga tempe menjadi satu-satunya sumber vitamin yang potensial dari bahan pangan nabati. Kenaikan kadar vitamin B12 paling mencolok pada pembuatan tempe; vitamin B12 aktivitasnya meningkat sampai 33 kali selama fermentasi dari kedelai, riboflavin naik sekitar 8-47 kali, piridoksin 4-14 kali, niasin 2-5 kali, biotin 2-3 kali, asam folat 4-5 kali, dan asam pantotenat 2 kali lipat. Vitamin ini tidak diproduksi oleh kapang tempe, tetapi oleh bakteri kontaminan seperti Klebsiella pneumoniae dan Citrobacter freundii.
Kadar vitamin B12 dalam tempe berkisar antara 1,5 sampai 6,3 mikrogram per 100 gram tempe kering. Jumlah ini telah dapat mencukupi kebutuhan vitamin B12 seseorang per hari. Dengan adanya vitamin B12 pada tempe, para vegetarian tidak perlu merasa khawatir akan kekurangan vitamin B12, sepanjang mereka melibatkan tempe dalam menu hariannya.
· Mineral
Tempe mengandung mineral makro dan mikro dalam jumlah yang cukup. Jumlah mineral besi, tembaga, dan zink berturut-turut adalah 9,39; 2,87; dan 8,05 mg setiap 100 g tempe.
Kapang tempe dapat menghasilkan enzim fitase yang akan menguraikan asam fitat (yang mengikat beberapa mineral) menjadi fosfor daninositol. Dengan terurainya asam fitat, mineral-mineral tertentu (seperti besi, kalsium, magnesium, dan zink) menjadi lebih tersedia untuk dimanfaatkan tubuh.
· Antioksidan
Di dalam tempe juga ditemukan suatu zat antioksidan dalam bentuk isoflavon. Seperti halnya vitamin C, E, dan karotenoid, isoflavon juga merupakan antioksidan yang sangat dibutuhkan tubuh untuk menghentikan reaksi pembentukan radikal bebas.
Dalam kedelai terdapat tiga jenis isoflavon, yaitu daidzein, glisitein, dan genistein. Pada tempe, di samping ketiga jenis isoflavon tersebut juga terdapat antioksidan faktor II (6,7,4-trihidroksi isoflavon) yang mempunyai sifat antioksidan paling kuat dibandingkan dengan isoflavon dalam kedelai. Antioksidan ini disintesis pada saat terjadinya proses fermentasi kedelai menjadi tempe oleh bakteri Micrococcus luteus danCoreyne bacterium.
Penuaan (aging) dapat dihambat bila dalam makanan yang dikonsumsi sehari-hari mengandung antioksidan yang cukup. Karena tempe merupakan sumber antioksidan yang baik, konsumsinya dalam jumlah cukup secara teratur dapat mencegah terjadinya proses penuaan dini.
Penelitian yang dilakukan di Universitas North Carolina, Amerika Serikat, menemukan bahwa genestein dan fitoestrogen yang terdapat pada tempe ternyata dapat mencegah kanker prostat dan payudara.
(http://id.wikipedia.org)
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Dari hasil percobaan dan pengumpulan sumber-sumber informasi yang telah dilakukan oleh penulis. Oleh karena itu kami mengambil kesimpulan, bahwa :
- Bioteknologi adalah ilmu terapan yang melibatkan disiplin ilmu mikrobiologi, biokoimia, genetika dan biologi molekuler. Dan dikembangkan untuk meningkatkan nilai bahan mentah dengan memanfaatkan kemampuan mikroorganisme atau bagian-bagiannya, misalnya bakteri dan kapang.
- Fermentasi adalah proses produksi energi dalam sel dalam keadaan anaerobik (tanpa oksigen). Secara umum, fermentasi adalah salah satu bentuk respirasi anaero-bik, akan tetapi, terdapat definisi yang lebih jelas yang mendefinisikan fermentasi sebagai respirasi dalam lingkungan anaero-bik dengan tanpa akseptor electron eksternal.
- Proses pembuatan tempe tidaklah sulit, kita juga dapat membuatnya dan sangat sederhana. Bahan-bahannya pun mudah didapat.
- Tempe berpotensi untuk digunakan melawan radikal bebas, sehingga dapat menghambat proses penuaan dan mencegah terjadinya penyakit degeneratif (aterosklerosis, jantung koroner diabetes melitus, kanker, dan lain-lain). Selain itu tempe juga mengandung zat anti bakteri penyebab diare, penurun kolesterol darah, pencegah penyakit jantung, dan hipertensi, serta masih banyak lagi kandungan gizi pada tempe. Sehingga tempe juga suka disebut dengan makanan semua umur, karena kandungan gizinya yang banyak itu dan juga mudah untuk didapatkannya.
5.2Saran
Masih perlunya pengetahuan yang harus penulis dapatkan, dan perlunya percobaan yang berulang-ulang untuk dapat menyempurnakan makalah ini.
Apabila ingin mencoba melakukan percobaan ini, sebaiknya:
- Karena tempe merupakan makanan yang mempunyai daya simpan pendek dan cepat busuk jika di taruh di suhu ruangan. Sebaiknya tempe langsung di masak atau bisa juga di taruh di dalam kulkas.

Selamat mencoba.
DAFTAR PUSTAKA
Pratiwi, DA, dkk. 2006. Biologi SMA untuk kelas XII. Jakarta: Erlangga.
Rochman, Dedi M, dan Wawa Wibawa. 2005. Intisari Biologi. Bandung: CV.
Pustaka Setia.
Shvoong . 2010. Diakses tanggal 20 Januari 2011 di http://id.shvoong.com.
Sutikno. 2009. Diakses tanggal 20 Januari 2011 di http://sutikno.blog.uns.ac.id.
Yu Wikipedia. 2011. Diakses tanggal 20 Januari 2011 di http://id.wikipedia.org.
dana, I Gede Agung. 2008. Diakses tanggal 20 Januari 2011 di http://www.indomedia.com.

ASUHAN GIZI

. PEMERINTAH DAERAH PROVINSI...................... RSU ............................... FORMULIR CATATAN ASUH...