Sunday, March 18, 2012

PENENTUAN KADAR KARBOHIDAT DENGAN METODE ANTHRONE




PENENTUAN KADAR KARBOHIDAT DENGAN METODE ANTHRONE


Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Ilmu Kimia Pangan




·               Oleh :
·            Dessy Nursetiani Rahayu     P17331111025
·            Krisha Nurul Anindita        P17331111028





KEMENTRIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
POLITEKNIK KESEHATAN BANDUNG
JURUSAN GIZI
2012





1.  Judul Praktikum :
Penentuan Kadar Karbohidrat dengan Metode Anthrone 

2.  Tanggal Praktikum :
Sabtu, 14 Maret 2012

3.  Tujuan Praktikum :

a.    Tujuan Umum
Mengetahui adanya kadar gula secara total, baik gula pereduksi maupun non pereduksi pada bahan pangan dengan metode Anthrone.

b.    Tujuan Khusus
-     Menggunakan metode Anthrone dengan cara hidrolisa.
-     Memahami reaksi–reaksi yang terjadi pada senyawa karbohidrat dengan metode Anthrone.
-     Mengukur penyerapan  warna yang terbentuk dengan spektrofotometer.
-     Menghitung kadar gula pada bahan pangan dengan menggunakan kurva standar.

4.   Prinsip

Anthrone, 9,10 dehidro-9 ketoanthrone bereaksi dengan karbohidrat membentuk warna biru kehijauan. Warna yang dibentuk diukur serapannya dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 620 nm.

5.  Reaksi :

 




                      



6.  Tinjauan Pustaka :

Karbohidrat adalah penyumbang utama dari komponen yang membentuk produk pangan baik sebagai komponen alami maupun bahan yang ditambahkan. Penggunaannya sangat luas dan jumlah penggunaannya cukup besar (Fennema 1996) baik untuk pemanis, pengental, penstabil, gelling agents dan fat replacer (Christian dan Vaclavik 2003). Karbohidrat dapat dimodifikasi baik secara kimia dan biokimia dan modifikasi itu digunakan untuk memperbaiki sifat dan memperluas penggunaannya.
Karbohidrat digunakan dalam kimia untuk senyawa dengan formula Cm(H2O)n, tetapi kini rumus molekul itu tidak secara kaku digunakan untuk mendefinisikan karbohidrat (Kennedy dan White 1988). Sebelumnya beberapa ahli kimia memasukkan formaldehid dan glikoaldehid sebagai karbohidrat, namun sekarang istilah karbohidrat dalam biokimia, tidak mengikutsertakan senyawa yang kurang dari tiga atom karbon. Southgate (1978) menggunakan definisi karbohidrat sebagai senyawa yang tersusun oleh polihidroksi aldehid, keton, alkohol, asam dan turunan sederhananya serta polimernya yang memiliki ikatan polimer tipe asetal.
Total karbohidrat yang ada dalam bahan pangan perlu diketahui dengan alasan: standards of identity (pangan harus memiliki komposisi yang sesuai dengan regulasi pemerintah); nutritional labelling (menginformasi konsumen mengenai kadar nutrisi dalam bahan pangan); detection of adulteration (tiap tipe pangan memiliki 'fingerprint' karbohidrat); food quality (sifat fisikokimia dari pangan seperti kemanisan, penampakan, stabilitas dan tekstur tergantung tipe dan stabilitas karbohidrat yang ada); ekonomi (agar lebih dapat menghemat biaya produksi bahan yang  digunakan pada industri) dan food processing (efisiensi dari proses pangan banyak tergantung pada jenis dan kadar karbohidrat). Dalam berbagai studi mengenai bahan makanan penting untuk mengetahui persentasi kadar karbohidrat pada pangan yang diujikan sehingga nilai karbohidrat pada bahan lain dapat dikonversi menjadi nilai total pangan.
Total karbohidrat atau total karbohidrat menurut Badan Pengawasan Obat dan Makanan (2005) meliputi gula, pati, serat pangan dan komponen karbohidrat lain. Pernyataan jumlah total karbohidrat dalam gram penyajian yang dinyatakan dengan nilai gram terdekat, jika penyajian kurang dari 0,5 gram, jumlah kadarnya dapat dinyatakan sebagai nol dan jika penyajian lebih dari 0,5 gram dibulatkan ke kelipatan 1 gram terdekat. Total karbohidrat dapat dinyatakan dengan total karbohidrat by difference.
Total karbohidrat dalam pengukuran karbohidrat dengan metode langsung dinyatakan dalam bentuk persen yang setara dengan glukosa. Satuan glukosa (glucose equivalent) juga dapat diganti dengan larutan gula lain yang dijadikan sebagai larutan standar.
Metode yang telah dikembangkan untuk analisis karbohidrat sangat banyak, dan tergantung juga oleh jenis analisis (kuantitatif atau kualitatif) dan tipe karbohidrat yang dianalisis. Sehingga metode pengukuran karbohidrat sangat beragam mulai dari metode kromatografi dan elektroforesis (Kromatografi Lapis Tipis, Kromatografi Likuid Kinerja Tinggi dan Kromatografi Gas); metode kimia (metode titrasi Lane Eynon, metode gravimetri Munson Walker, metode Luff Schoorl, metode kolorimetri seperti anthrone sulfat dan fenol sulfat); metode enzimatis; metode fisik (polarimetri, indeks refraktif, densitas dan infra merah) serta metode immunoassay.
Penggunaan Metode Anthrone untuk analisis total karbohidrat mulai berkembang sejak penggunaan pertama kali oleh Dreywood pada tahun 1946 untuk uji kualitatif. Dasar dari reaksi ini adalah kemampuan karbohidrat untuk membentuk turunan furfural dengan keberadaan asam dan panas, yang kemudian diikuti dengan reaksi dengan anthrone yang menghasilkan warna biru kehijauan (Sattler dan Zerban 1948) dalam Brooks et al (1986).
Anthrone, C6H4COC6H4CH2, adalah turunan dari anthraquinone. Senyawa ini diproduksi oleh reduksi katalitik dari anthraquinone oleh asam hidroklorat dengan keberadaan logam timah. Senyawa ini mungkin ada dalam bentuk keto atau enol, yang masing-masing dikenal dengan nama anthrone and anthranol.
Mekanisme pembentukan warna anthrone dengan gula telah diteliti. Hurd dan Isenhour (1932) dan Wolfrom et al (1948) mempostulasikan bahwa karbohidrat dan turunannya mengalami pembentukan cincin dalam keberadaan asam kuat dari mineral, seperti yang ditunjukkan untuk glukosa.
Tiap tahap adalah pemecahan dari glukosa(I) menjadi 5-(hydroxymethyl)-2-furaldehyde(IV) menunjukkan dehidrasi baik pada double bond atau pembentukan cincin. Wolfrom et al. (1948) menunjukkan bukti spektroskopik untuk senyawa intermediate (II) dan (III) pada reaksi ini Sattler 8 and Zerban (1948) menyarankan bahwa pembentukan warna hijau pada reaksi anthrone tergantung oleh keberadaan 5-(hidroksimetil)-2-furaldehid, atau senyawa furfural yang mirip, yang dibentuk oleh reaksi asam sulfat pada karbohidrat.
Momose et al. (1957) melakukan kromatografi pada ekstrak benzene dari pewarna terhadap alumina dan menunjukkan bahwa bagian yang dapat larut dari benzene-terdiri dari beberapa pewarna yang memberikan pewarnaan yang berbeda dengan asam sulfat. Mereka menentukan berat molekul dari salah satu pewarna utama yaitu kurang lebih 530, dan mempostulasikan formula dari pewarna itu (C47H30O3). Mereka menyimpulkan bahwa 3 mol anthrone bereaksi dengan 1 mol glukosa.
Dari data analisis dan spektrum inframerah dari pewarna, dan mekanisme reaksinya dipertimbangkan, mereka menduga struktur yang mungkin adalah 1,2,5,-atau 1,3,5,-trianthronylidenepentane.
Ludwig dan Goldberg (1956) melaporkan adaptasi dari Metode Anthrone kolorimetri untuk analisis total karbohidrat secara kuantitatif pada pangan. Metode yang digunakan relatif cepat dan akurat serta lebih baik daripada metodologi analisis karbohidrat sebelumnya, yaitu metode
Somogyi-Shaffer-Hartmann yang menggunakan teknik teknik iodometri dan prinsip gula pereduksi. Mereka menunjukkan bahwa persiapan hidrolisis dan deproteinisasi tidak perlu dilakukan ketika teknik anthrone digunakan.
Uji Anthrone ini memiliki kelebihan dalam hal sensitifitas dan kesederhanaan ujinya (Koehler 1952).Sejumlah kecil karbohidrat dapat memberikan warna yang terdeteksi dengan menggunakan spektrofotometer. Dreywood (1946) melakukan uji spesifisitas dari reaksi dan membuat daftar 18 jenis karbohidrat, termasuk beberapa turunan selulosa, yang memberikan hasil positif. Dia juga melaporkan hasil negatif terhadap kelompok besar nonkarbohidrat, termasuk sejumlah resin sintetik nonselulosa, asam organik, aldehid, fenol, lemak, terpena, alkaloid, dan protein. Nonkarbohidrat yang menunjukkan hasil positif hanya furfural, tetapi hasil positif ini cepat menghilang karena warna hijau dikaburkan oleh presipitat coklat. Morris (1948) juga menunjukkan spesifisitas anthrone untuk karbohidrat sangat tinggi, dan dia melaporkan reaksi positif untuk semua mono-, di-, dan polisakarida murni yang diujikan, juga sampel of dekstrin, dekstran, pati, polisakarida tumbuhan dan gum, polisakarida tipe II dan II dari pneumococcus, glukosida, dan senyawa asetat dari mono-, di-, dan polisakarida.
Kekurangan dari Metode Anthrone adalah ketidakstabilan dari reagen (anthrone yang dilarutkan dalam asam sulfat), sehingga perlu dilakukan persiapan reagen yang baru setiap hari.
Dreywood (1946) memperhatikan bahwa panas yang dihasilkan oleh pelarutan asam sulfat merupakan bagian yang penting dalam uji. Morris (1948) melihat signifikansi dari panas pada reaksi anthrone dan menunjukkan bahwa pada sejumlah karbohidrat yang diberikan, intensitas warna bervariasi dengan jumlah panas yang dihasilkan. Oleh karena itu kurva standar juga perlu dibuat setiap hari.
Nilai total karbohidrat tidak dapat dinyatakan dalam persen karbohidrat, tetapi lebih baik dinyatakan dengan istilah glucose equivalents per cent, karena kepekatan warna yang dihasilkan dari reaksi anthrone bervariasi dengan tipe gula yang ada. Kepekatan warna yang sama contohnya, ditunjukkan oleh 100 µg. glukosa, 105 µg. maltosa, dan 111 µg glikogen. Gula murni lain selain glukosa dapat dikalkulasi dengan faktor konversi. Tetapi jika terdapat campuran karbohidrat yang tidak diketahui pada bahan pangan faktor konversi itu tidak dapat digunakan, dan hasilnya bukan persentase karbohidrat absolut, melainkan ekuivalen glukosa, yang dapat bervariasi dari nilai persentasi karbohidrat yang sebenarnya dengan jumlah yang tidak dapat ditentukan. Keganjilan ini tidak signifikan ketika nilai glucose equivalents per cent digunakan hanya sebagai basis untuk mengkonversi nilai total karbohidrat menjadi nilai total pangan (Beck dan Bibby 1961). Untuk tujuan ini glucose equivalents per cent hanya sebagai indeks dari persentasi absolute dari masing-masing karbohidrat dalam pangan.









7.  Alat dan Bahan
a.  Alat
-     Gelas arloji
-     Kompor listrik
-     Gelas kimia
-     Gelas ukur
-     Mortar
-     Labu seukuran ukuran (250 ml, 100 ml)
-     Krustang
-     Pipet volumetrik 1 ml
-     Erlenmeyer
-     Pipet tetes
-     Red ball
-     Corong
-     Kertas saring
-     Batang pengaduk
-     Alat spektrofotometer
b.  Bahan
-  Larutan bahan (Ubi 5 gram)
-  Larutan anthrone (2 gram/1 dalam H2SO4 pekat)
-  Larutan standar glukosa
-    Akuades (H2O)
-   HCl pekat

8.   Prosedur Praktikum
a.    Timbang bahan sebanyak 5 gram + 3 ml HCL p tambahkan H2O sehingga volume mencapai 100 ml, kemudian pipet 5 ml bahan yang sudah disaring dilarutkan dalam 250 ml H2O.
b.    Pipet tepat 1 ml larutan bebas protein masukan kedalam tabung reaksi.
c.    Tambahkan 3 ml larutan anthrone , kocok hingga homogen.
d.    Tutup tabung reaksi dengan sebuah kelereng, panaskan tabung reaksi dalam penangas air mendidih selama 10 menit.
e.    Dinginkan dan baca intensitas warna yang terbentuk pada spektrofotometer dengan panjang gelombang 620 nm.
f.     Buatlan blanko dengan prosedur yang sama hanya tanpa larutan bahan.
g.    Buat kurva standar glukosa dengan larutan standar dari berbagai konsentrasi (30 uq, 40 uq, 50 uq, 60 uq, 70 uq). Warna yang terbebtuk dibaca pada spektrofotometer.
9.  Hasil Perhitungan         :
Absorbansi (A) pada ubi            (bahan)         = 1,534 A
Absorbansi (A) pada blanko                  = 0,213 A
Data kadar larutan glukosa standar dengan absorban
Kelompok
Kadar larutan glukosa standar (µl/100 ml)
(x)
Absorbansi (A) pada glukosa standar=620 nm
(y)
1
10 µl
0,176
2
20 µl
0,354
3
30 µl
0,263
4
40 µl
0,250
5
50 µl
0,162
6
60 µl
0,371
7
70 µl
0,229
Jumlah
280 µl
1,805

Kurva standar hubungan kadar glukosa-absorbansi













A = 33,89
B = 23,67

1.    Y  = a +bx
           = 33,89 + 23,67 . 10
           = 270,59

2.    Y  = a +bx
           = 33,89 + 23,67 . 20
           = 507,29
3.    Y  = a + bx
           = 33,89 + 23,67 . 30
           = 743,99
4.    Y  = a + bx
           = 33,89 + 23,67 . 40
           = 980,69
5.    Y  = a + bx
           = 33,89 + 23,67 . 50
           = 1217,39

6.    Y  = a + bx
           = 33,89 + 23,67 . 60
           = 1454,09
7.    Y  = a + bx
           = 33,89 + 23,67 . 70
           = 1690,79














10.  Pembahasan Hasil :
Hasil dari praktikum yang telah dilakukan, penentuan kadar gula secara total dengan metode Anthrone dapat diketahui dengan terbentuknya warna biru kehijauan pada sampel yang di uji dan kemudian warna yang terbentuk diukur serapannya dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 620 nm. Dari hasil praktikum yang kami lakukan, larutan bahan (ubi) berubah warna menjadi berwarna biru kehijauan setelah dipanaskan pada tabung reaksi dalam penangas air mendidih selama 10 menit, penggunaan penangas air ini agar tidak terjadinya penguapan yang berlebihan pada larutan bahan.  Selain itu, larutan bahan sebelumnya juga ditambahkan 3 ml HCL pekat dan 3 ml larutan anthrone. Penambahan HCL pekat ini agar proses hidrolisis pada pangan lebih cepat, juga berfungsi sebagai penarik protein dan lemak pada bahan pangan yang dapat mempengaruhi kadar gula.
Hasil dari pengukuran dengan menggunakan spektrofotometer,  absorbansi pada larutan bahan (ubi) adalah 1,534 A, absorbansi pada blanko adalah 0,213 A. Sedangkan kadar larutan glukosa standar dengan absorban dapat dilihat pada data diatas. Tetapi, hasilnya ternyata tidak sesuai dimana seharusnya semakin tinggi kadarnya semakin tinggi pula absorbannya.
Faktor-faktor yang mempengaruhi tejadinya ketidak sesuaian itu diantaranya, faktor penimbangan bahan yang kurang atau melebihi dari yang seharusnya, pemipetan yang tidak sesuai, faktor pengenceran yang terlalu pekat sehingga pembacaan warna absorbannya tinggi.

11.  Kesimpulan :
Dari hasil praktikum diketahui hasil dari pengukuran dengan menggunakan spektrofotometer, absorbansi pada larutan bahan (ubi) adalah 1,534 A, absorbansi pada blanko adalah 0,213 A.  Nilai dari standar gula yang didapatkan menggunakan spektofotometer adalah 10 uq=0,176 A, 20 uq=0,354 A, 30uq=0,263 A, 40uq=0,250 A, 50uq=0,162 A, 60 uq=0,371 A, 70uq=0,229 A. Hasil yang didapatkan sangat tidak sesuai karena nilai absorbannya naik turun tidak stabil. Oleh karena itu, dibutuhkan perhitungan khusus agar bisa membuat kurva standar glukosa dan didapatkan hasil 10 uq=270,59 A, 20 uq=507,29 A, 30 uq=743,99 A, 40uq=980,69 A, 50 uq=1217,39 A, 60uq=1454,09 A, 70uq=1690,79 A. Pada hasil perhitungan tersebut dapat dibuat kurva garis lurus karena perbedaan nilai absorban yang cukup signifikan dalam setiap kenaikan konsentrasi. Faktor-faktor yang mempengaruhi tejadinya ketidak sesuaian itu diantaranya, faktor penimbangan bahan yang kurang atau melebihi dari yang seharusnya, pemipetan yang tidak sesuai, faktor pengenceran yang terlalu pekat sehingga pembacaan warna absorbannya tinggi.

12.  Daftar Pustaka :

-        http://repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/53643/BAB%20III%20Metodologi%20Penelitian.pdf

No comments:

Post a Comment

ASUHAN GIZI

. PEMERINTAH DAERAH PROVINSI...................... RSU ............................... FORMULIR CATATAN ASUH...