PENENTUAN
KADAR KARBOHIDAT DENGAN METODE ANTHRONE
Disusun
untuk memenuhi tugas mata kuliah Ilmu Kimia Pangan
·
Oleh :
·
Dessy
Nursetiani Rahayu P17331111025
·
Krisha
Nurul Anindita P17331111028
KEMENTRIAN KESEHATAN REPUBLIK
INDONESIA
POLITEKNIK KESEHATAN BANDUNG
JURUSAN GIZI
2012
1. Judul Praktikum :
Penentuan Kadar Karbohidrat
dengan Metode Anthrone
2. Tanggal Praktikum :
Sabtu, 14 Maret 2012
3. Tujuan Praktikum :
a.
Tujuan
Umum
Mengetahui
adanya kadar gula secara total, baik gula pereduksi maupun non pereduksi pada
bahan pangan dengan metode Anthrone.
b.
Tujuan
Khusus
- Menggunakan
metode Anthrone dengan cara hidrolisa.
- Memahami reaksi–reaksi yang terjadi pada senyawa karbohidrat dengan metode
Anthrone.
- Mengukur penyerapan warna yang
terbentuk dengan spektrofotometer.
- Menghitung kadar gula pada bahan pangan dengan menggunakan kurva standar.
4. Prinsip
Anthrone,
9,10 dehidro-9 ketoanthrone bereaksi dengan karbohidrat membentuk warna biru
kehijauan. Warna yang dibentuk diukur serapannya dengan spektrofotometer pada
panjang gelombang 620 nm.
5. Reaksi :
6. Tinjauan Pustaka :
Karbohidrat adalah penyumbang utama dari
komponen yang membentuk produk pangan baik sebagai komponen alami maupun bahan
yang ditambahkan. Penggunaannya sangat luas dan jumlah penggunaannya cukup
besar (Fennema 1996) baik untuk pemanis, pengental, penstabil, gelling agents
dan fat replacer (Christian dan Vaclavik 2003). Karbohidrat dapat dimodifikasi
baik secara kimia dan biokimia dan modifikasi itu digunakan untuk memperbaiki
sifat dan memperluas penggunaannya.
Karbohidrat digunakan dalam kimia untuk
senyawa dengan formula Cm(H2O)n, tetapi kini rumus molekul itu tidak secara
kaku digunakan untuk mendefinisikan karbohidrat (Kennedy dan White 1988).
Sebelumnya beberapa ahli kimia memasukkan formaldehid dan glikoaldehid sebagai
karbohidrat, namun sekarang istilah karbohidrat dalam biokimia, tidak
mengikutsertakan senyawa yang kurang dari tiga atom karbon. Southgate (1978)
menggunakan definisi karbohidrat sebagai senyawa yang tersusun oleh
polihidroksi aldehid, keton, alkohol, asam dan turunan sederhananya serta
polimernya yang memiliki ikatan polimer tipe asetal.
Total karbohidrat yang ada dalam bahan
pangan perlu diketahui dengan alasan: standards
of identity (pangan harus memiliki komposisi yang sesuai dengan regulasi
pemerintah); nutritional labelling
(menginformasi konsumen mengenai kadar nutrisi dalam bahan pangan); detection of adulteration (tiap tipe
pangan memiliki 'fingerprint'
karbohidrat); food quality (sifat
fisikokimia dari pangan seperti kemanisan, penampakan, stabilitas dan tekstur
tergantung tipe dan stabilitas karbohidrat yang ada); ekonomi (agar lebih dapat
menghemat biaya produksi bahan yang digunakan
pada industri) dan food processing (efisiensi
dari proses pangan banyak tergantung pada jenis dan kadar karbohidrat). Dalam
berbagai studi mengenai bahan makanan penting untuk mengetahui persentasi kadar
karbohidrat pada pangan yang diujikan sehingga nilai karbohidrat pada bahan
lain dapat dikonversi menjadi nilai total pangan.
Total karbohidrat atau total karbohidrat
menurut Badan Pengawasan Obat dan Makanan (2005) meliputi gula, pati, serat
pangan dan komponen karbohidrat lain. Pernyataan jumlah total karbohidrat dalam
gram penyajian yang dinyatakan dengan nilai gram terdekat, jika penyajian
kurang dari 0,5 gram, jumlah kadarnya dapat dinyatakan sebagai nol dan jika
penyajian lebih dari 0,5 gram dibulatkan ke kelipatan 1 gram terdekat. Total
karbohidrat dapat dinyatakan dengan total karbohidrat by difference.
Total karbohidrat dalam pengukuran
karbohidrat dengan metode langsung dinyatakan dalam bentuk persen yang setara
dengan glukosa. Satuan glukosa (glucose
equivalent) juga dapat diganti dengan larutan gula lain yang dijadikan
sebagai larutan standar.
Metode yang telah dikembangkan untuk
analisis karbohidrat sangat banyak, dan tergantung juga oleh jenis analisis
(kuantitatif atau kualitatif) dan tipe karbohidrat yang dianalisis. Sehingga
metode pengukuran karbohidrat sangat beragam mulai dari metode kromatografi dan
elektroforesis (Kromatografi Lapis Tipis, Kromatografi Likuid Kinerja Tinggi
dan Kromatografi Gas); metode kimia (metode titrasi Lane Eynon, metode
gravimetri Munson Walker, metode Luff Schoorl, metode kolorimetri seperti
anthrone sulfat dan fenol sulfat); metode enzimatis; metode fisik (polarimetri,
indeks refraktif, densitas dan infra merah) serta metode immunoassay.
Penggunaan Metode Anthrone untuk analisis
total karbohidrat mulai berkembang sejak penggunaan pertama kali oleh Dreywood
pada tahun 1946 untuk uji kualitatif. Dasar dari reaksi ini adalah kemampuan
karbohidrat untuk membentuk turunan furfural dengan keberadaan asam dan panas,
yang kemudian diikuti dengan reaksi dengan anthrone yang menghasilkan warna
biru kehijauan (Sattler dan Zerban 1948) dalam Brooks et al (1986).
Anthrone, C6H4COC6H4CH2, adalah turunan
dari anthraquinone. Senyawa ini diproduksi oleh reduksi katalitik dari
anthraquinone oleh asam hidroklorat dengan keberadaan logam timah. Senyawa ini
mungkin ada dalam bentuk keto atau enol, yang masing-masing dikenal dengan nama
anthrone and anthranol.
Mekanisme pembentukan warna anthrone
dengan gula telah diteliti. Hurd dan Isenhour (1932) dan Wolfrom et al (1948)
mempostulasikan bahwa karbohidrat dan turunannya mengalami pembentukan cincin
dalam keberadaan asam kuat dari mineral, seperti yang ditunjukkan untuk glukosa.
Tiap tahap adalah pemecahan dari
glukosa(I) menjadi 5-(hydroxymethyl)-2-furaldehyde(IV) menunjukkan dehidrasi
baik pada double bond atau pembentukan cincin. Wolfrom et al. (1948) menunjukkan
bukti spektroskopik untuk senyawa intermediate (II) dan (III) pada reaksi ini
Sattler 8 and Zerban (1948) menyarankan bahwa pembentukan warna hijau pada
reaksi anthrone tergantung oleh keberadaan 5-(hidroksimetil)-2-furaldehid, atau
senyawa furfural yang mirip, yang dibentuk oleh reaksi asam sulfat pada
karbohidrat.
Momose et al. (1957) melakukan
kromatografi pada ekstrak benzene dari pewarna terhadap alumina dan menunjukkan
bahwa bagian yang dapat larut dari benzene-terdiri dari beberapa pewarna yang
memberikan pewarnaan yang berbeda dengan asam sulfat. Mereka menentukan berat
molekul dari salah satu pewarna utama yaitu kurang lebih 530, dan
mempostulasikan formula dari pewarna itu (C47H30O3). Mereka menyimpulkan bahwa
3 mol anthrone bereaksi dengan 1 mol glukosa.
Dari data analisis dan spektrum inframerah
dari pewarna, dan mekanisme reaksinya dipertimbangkan, mereka menduga struktur
yang mungkin adalah 1,2,5,-atau 1,3,5,-trianthronylidenepentane.
Ludwig dan Goldberg (1956) melaporkan
adaptasi dari Metode Anthrone kolorimetri untuk analisis total karbohidrat
secara kuantitatif pada pangan. Metode yang digunakan relatif cepat dan akurat
serta lebih baik daripada metodologi analisis karbohidrat sebelumnya, yaitu
metode
Somogyi-Shaffer-Hartmann yang menggunakan
teknik teknik iodometri dan prinsip gula pereduksi. Mereka menunjukkan bahwa
persiapan hidrolisis dan deproteinisasi tidak perlu dilakukan ketika teknik
anthrone digunakan.
Uji Anthrone ini memiliki kelebihan dalam
hal sensitifitas dan kesederhanaan ujinya (Koehler 1952).Sejumlah kecil
karbohidrat dapat memberikan warna yang terdeteksi dengan menggunakan
spektrofotometer. Dreywood (1946) melakukan uji spesifisitas dari reaksi dan membuat
daftar 18 jenis karbohidrat, termasuk beberapa turunan selulosa, yang
memberikan hasil positif. Dia juga melaporkan hasil negatif terhadap kelompok
besar nonkarbohidrat, termasuk sejumlah resin sintetik nonselulosa, asam
organik, aldehid, fenol, lemak, terpena, alkaloid, dan protein. Nonkarbohidrat
yang menunjukkan hasil positif hanya furfural, tetapi hasil positif ini cepat
menghilang karena warna hijau dikaburkan oleh presipitat coklat. Morris (1948)
juga menunjukkan spesifisitas anthrone untuk karbohidrat sangat tinggi, dan dia
melaporkan reaksi positif untuk semua mono-, di-, dan polisakarida murni yang
diujikan, juga sampel of dekstrin, dekstran, pati, polisakarida tumbuhan dan
gum, polisakarida tipe II dan II dari pneumococcus, glukosida, dan senyawa
asetat dari mono-, di-, dan polisakarida.
Kekurangan dari Metode Anthrone adalah
ketidakstabilan dari reagen (anthrone yang dilarutkan dalam asam sulfat),
sehingga perlu dilakukan persiapan reagen yang baru setiap hari.
Dreywood (1946) memperhatikan bahwa panas
yang dihasilkan oleh pelarutan asam sulfat merupakan bagian yang penting dalam
uji. Morris (1948) melihat signifikansi dari panas pada reaksi anthrone dan
menunjukkan bahwa pada sejumlah karbohidrat yang diberikan, intensitas warna
bervariasi dengan jumlah panas yang dihasilkan. Oleh karena itu kurva standar
juga perlu dibuat setiap hari.
Nilai total karbohidrat tidak dapat
dinyatakan dalam persen karbohidrat, tetapi lebih baik dinyatakan dengan
istilah glucose equivalents per cent, karena kepekatan warna yang dihasilkan dari
reaksi anthrone bervariasi dengan tipe gula yang ada. Kepekatan warna yang sama
contohnya, ditunjukkan oleh 100 µg. glukosa, 105 µg. maltosa, dan 111 µg
glikogen. Gula murni lain selain glukosa dapat dikalkulasi dengan faktor
konversi. Tetapi jika terdapat campuran karbohidrat yang tidak diketahui pada
bahan pangan faktor konversi itu tidak dapat digunakan, dan hasilnya bukan
persentase karbohidrat absolut, melainkan ekuivalen glukosa, yang dapat
bervariasi dari nilai persentasi karbohidrat yang sebenarnya dengan jumlah yang
tidak dapat ditentukan. Keganjilan ini tidak signifikan ketika nilai glucose
equivalents per cent digunakan hanya sebagai basis untuk mengkonversi nilai
total karbohidrat menjadi nilai total pangan (Beck dan Bibby 1961). Untuk
tujuan ini glucose equivalents per cent hanya sebagai indeks dari persentasi
absolute dari masing-masing karbohidrat dalam pangan.
7. Alat dan Bahan
a. Alat
- Gelas
arloji
- Kompor
listrik
- Gelas
kimia
- Gelas
ukur
- Mortar
- Labu
seukuran ukuran (250 ml, 100 ml)
- Krustang
- Pipet
volumetrik 1 ml
- Erlenmeyer
- Pipet
tetes
- Red
ball
- Corong
- Kertas
saring
- Batang
pengaduk
- Alat
spektrofotometer
|
b. Bahan
- Larutan
bahan (Ubi 5 gram)
- Larutan
anthrone (2 gram/1 dalam H2SO4 pekat)
- Larutan
standar glukosa
-
Akuades (H2O)
-
HCl pekat
|
8. Prosedur Praktikum
a. Timbang
bahan sebanyak 5 gram + 3 ml HCL p tambahkan H2O sehingga volume
mencapai 100 ml, kemudian pipet 5 ml bahan yang sudah disaring dilarutkan dalam
250 ml H2O.
b. Pipet
tepat 1 ml larutan bebas protein masukan kedalam tabung reaksi.
c. Tambahkan
3 ml larutan anthrone , kocok hingga homogen.
d. Tutup
tabung reaksi dengan sebuah kelereng, panaskan tabung reaksi dalam penangas air
mendidih selama 10 menit.
e. Dinginkan
dan baca intensitas warna yang terbentuk pada spektrofotometer dengan panjang gelombang
620 nm.
f. Buatlan
blanko dengan prosedur yang sama hanya tanpa larutan bahan.
g. Buat
kurva standar glukosa dengan larutan standar dari berbagai konsentrasi (30 uq,
40 uq, 50 uq, 60 uq, 70 uq). Warna yang terbebtuk dibaca pada spektrofotometer.
9. Hasil Perhitungan :
Absorbansi (A) pada ubi (bahan) = 1,534 A
Absorbansi (A) pada blanko = 0,213 A
Data kadar larutan glukosa standar dengan
absorban
Kelompok
|
Kadar larutan
glukosa standar (µl/100 ml)
(x)
|
Absorbansi (A) pada
glukosa standar=620 nm
(y)
|
1
|
10 µl
|
0,176
|
2
|
20 µl
|
0,354
|
3
|
30 µl
|
0,263
|
4
|
40 µl
|
0,250
|
5
|
50 µl
|
0,162
|
6
|
60 µl
|
0,371
|
7
|
70 µl
|
0,229
|
Jumlah
|
280 µl
|
1,805
|
Kurva standar hubungan kadar
glukosa-absorbansi
A
= 33,89
B
= 23,67
1. Y =
a +bx
= 33,89 + 23,67 . 10
= 270,59
2. Y =
a +bx
= 33,89 + 23,67 . 20
= 507,29
3. Y =
a + bx
= 33,89 + 23,67 . 30
= 743,99
4. Y =
a + bx
= 33,89 + 23,67 . 40
= 980,69
|
5. Y =
a + bx
= 33,89 + 23,67 . 50
= 1217,39
6. Y =
a + bx
= 33,89 + 23,67 . 60
= 1454,09
7. Y =
a + bx
= 33,89 + 23,67 . 70
= 1690,79
|
10. Pembahasan Hasil :
Hasil dari praktikum yang telah dilakukan, penentuan
kadar gula secara total dengan metode Anthrone dapat diketahui dengan
terbentuknya warna biru kehijauan pada sampel yang di uji dan kemudian warna
yang terbentuk diukur serapannya dengan spektrofotometer pada panjang gelombang
620 nm. Dari hasil praktikum yang kami lakukan, larutan bahan (ubi) berubah
warna menjadi berwarna biru kehijauan setelah dipanaskan pada tabung reaksi
dalam penangas air mendidih selama 10 menit, penggunaan penangas air ini agar
tidak terjadinya penguapan yang berlebihan pada larutan bahan. Selain itu, larutan bahan sebelumnya juga ditambahkan
3 ml HCL pekat dan 3 ml larutan anthrone. Penambahan HCL pekat ini agar proses
hidrolisis pada pangan lebih cepat, juga berfungsi sebagai penarik protein dan
lemak pada bahan pangan yang dapat mempengaruhi kadar gula.
Hasil dari pengukuran dengan
menggunakan spektrofotometer, absorbansi
pada larutan bahan (ubi) adalah 1,534 A, absorbansi pada blanko adalah 0,213 A.
Sedangkan kadar larutan glukosa standar dengan absorban dapat dilihat pada data
diatas. Tetapi, hasilnya ternyata tidak sesuai dimana seharusnya semakin tinggi
kadarnya semakin tinggi pula absorbannya.
Faktor-faktor
yang mempengaruhi tejadinya ketidak sesuaian itu diantaranya, faktor
penimbangan bahan yang kurang atau melebihi dari yang seharusnya, pemipetan
yang tidak sesuai, faktor pengenceran yang terlalu pekat sehingga pembacaan
warna absorbannya tinggi.
11. Kesimpulan :
Dari hasil praktikum
diketahui hasil dari pengukuran dengan menggunakan spektrofotometer, absorbansi
pada larutan bahan (ubi) adalah 1,534 A, absorbansi pada blanko adalah 0,213 A.
Nilai dari standar gula yang didapatkan
menggunakan spektofotometer adalah 10 uq=0,176 A, 20 uq=0,354 A, 30uq=0,263 A,
40uq=0,250 A, 50uq=0,162 A, 60 uq=0,371 A, 70uq=0,229 A. Hasil yang didapatkan
sangat tidak sesuai karena nilai absorbannya naik turun tidak stabil. Oleh
karena itu, dibutuhkan perhitungan khusus agar bisa membuat kurva standar glukosa
dan didapatkan hasil 10 uq=270,59 A, 20 uq=507,29 A, 30 uq=743,99 A, 40uq=980,69
A, 50 uq=1217,39 A, 60uq=1454,09 A, 70uq=1690,79 A. Pada hasil perhitungan
tersebut dapat dibuat kurva garis lurus karena perbedaan nilai absorban yang
cukup signifikan dalam setiap kenaikan konsentrasi. Faktor-faktor yang
mempengaruhi tejadinya ketidak sesuaian itu diantaranya, faktor penimbangan
bahan yang kurang atau melebihi dari yang seharusnya, pemipetan yang tidak
sesuai, faktor pengenceran yang terlalu pekat sehingga pembacaan warna
absorbannya tinggi.
12. Daftar Pustaka :
-
http://repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/53643/BAB%20III%20Metodologi%20Penelitian.pdf
No comments:
Post a Comment