PENENTUAN
BILANGAN IODIUM DAN ANGKA PEROKSIDA
Disusun
untuk memenuhi tugas mata kuliah Ilmu Kimia Pangan
Oleh :
·
Dessy
Nursetiani Rahayu P17331111025
·
Krisha
Nurul Anindita P17331111028
KEMENTRIAN KESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA
POLITEKNIK KESEHATAN
BANDUNG
JURUSAN GIZI
2012
1.
Judul
Praktikum :
Penentuan Bilangan
Iodium dan Angka Peroksida
2.
Tanggal
Praktikum :
Sabtu, 4 April 2012
3.
Tujuan
Praktikum :
-
Mengetahui mengetahui bilangan peroksida
dan angka iodium pada minyak.
-
Mengetahui
pengaruh bilangan peroksida dan angka iodium terhadap kualitas minyak
-
Mengetahui derajat kerusakan
minyak
4.
Prinsip
-
Adisi iodium kedalam ikatan rangkap
minyak/lemak. Kelebihan iodium ditentukan secara iodometri. (Bilangan iodium)
-
Peroksida pada minyak tengik akan
memecahkan ikatan KI. I2 yang terbentuk ditentukan secara iodometri.
(Angka peroksida)
5.
Reaksi
:
Reaksi Bilangan Iodium
·
R=COOH + 2KI
R=2COOHK + I2
·
2Na2S2O3
+ I2 2NaI
+ Na2S4O6
Reaksi
Angka Peroksida
·
R=COOH + 2KOH 2R=COOH + H2O
6.
Tinjauan
Pustaka :
Lipida adalah golongan senyawa organik
yang sangat heterogen yang menyusun jaringan tumbuhan dan hewan. Lipida
merupakan golongan senyawa organik kedua yang menjadi sumber makanan, merupakan
kira-kira 40% dari makanan yang dimakan setiap hari. Lipida mempunyai sifat
umum sebagai berikut: Tidak larut dalam air, larut dalam pelarut organik
seperti benzena, eter, aseton, kloroform, dan karbontetraklorida. Mengandung
unsur-unsur karbon, hidrogen, dan oksigen, kadang-kadang juga mengandung
nitrogen dan fosfor. Bila dihidrolisis akan menghasilkan asam lemak. Berperan
pada metabolisme tumbuhan dan hewan. Berbeda dengan karbohidrat dan protein,
lipida bukan suatu polimer, tidak mempunyai satuan yang berulang.
Pembagian yang didasarkan atas hasil
hidrolisisnya, lipida digolongkan menjadi lipida sederhana, lipida majemuk, dan
sterol. Minyak dan lemak termasuk dalam golongan lipida sederhana. Minyak dan
lemak yang telah dipisahkan dari jaringan asalnya mengandung sejumlah kecil
komponen selain trigliserida, yaitu: lipida kompleks (lesitin, sephalin,
fosfatida lainnya, glikolipida), sterol yang berada dalam keadaan bebas atau
terikat dengan asam lemak, asam lemak bebas, lilin, pigmen yang larut dalam
lemak, dan hidrokarbon. Komponen tersebut mempengaruhi warna dan flavor produk.
Lemak
dan minyak terdiri dari trigliserida campuran, yang merupakan ester dari
gliserol dan asam lemak rantai panjang. Minyak yang dijumpai di pasaran dapat
berupa zat murni, tetapi umumnya adalah larutan/campuran. Proses pengolahan
minyak murni (penyulingan/kilang minyak) biasanya mencakup pemisahan dari
bahan-bahan residu diikuti dengan pendinginan (kondensasi). Proses pencampuran
dengan bahan-bahan tertentu jika diperlukan dapat dilakukan setelahnya. Dalam
pembentukkan minyak, enzim denaturase akan membantu memasukkan ikatan rangkap
pada posisi tertentu di rantai asam lemak. Enzim akan terus bekerja berurutan
hingga menghasilkan produk akhir yaitu minyak. Salah catu contohnya yaitu
minyak goreng.
Faktor-faktor
yang mempengaruhi mutu minyak goreng adalah air dan kotoran, asam lemak bebas,
bilangan peroksida dan daya pemucatan. Faktor-faktor lain adalah titik cair,
kandungan gliserida padat, refining loss, plasticity dan spreadability, sifat
transparan, kandungan logam berat dan bilangan penyabunan. Semua faktor ini
perlu dianalisis untuk mengetahui mutu minyak inti kelapa sawit. (Farida,
2008).
Minyak
goreng yang telah digunakan, akan mengalami beberapa reaksi yang menurunkan
mutunya. Pada suhu pemanasan sampai terbentuk akrolein. Akrolein adalah sejenis
aldehid yang dapat menimbulkan rasa gatal pada tenggorokan. Minyak yang telah
digunakan untuk menggoreng akan mengalami peruraian molekul-molekul, sehingga
titik asapnya turun. (Rusdy, 2008).
Kerusakan
lemak atau minyak yang utama adalah karena peristiwa oksidasi dan hidrolitik,
baik ensimatik maupun non-ensimatik. Di antara kerusakan minyak yang mungkin
terjadi ternyata kerusakan karena autooksidasi yang paling besar pengaruhnya
terhadap cita rasa. Hasil yang diakibatkan oksidasi lemak antara lain
peroksida, asam lemak, aldehid dan keton. Bau tengik atau ransid terutama
disebabkan oleh aldehid dan keton. Untuk mengetahui tingkat kerusakan minyak
dapat dinyatakan sebagai angka peroksida atau angka asam thiobarbiturat (TBA).
(Sudarmadji et. al., 1989).
Bilangan
peroksida didefiniskan sebagai jumlah meq peroksida dalam setiap 1000 g (1 kg)
minyak atau lemak. Bilangan peroksida ini menunjukan tingkat kerusakan lemak
atau minyak. (Rohman, 2007).
Penentuan
peroksida kurang baik dengan cara iodometri biasa meskipun peroksida bereaksi
sempurna dengan alkali iod. Hal ini disebabkan karena peroksida jenis lainnya
hanya bereaksi sebagian. Di samping itu dapat terjadi kesalahan yang disebabkan
oleh reaksi antara alkali iodida dengan oksigen dari udara. (Ketaren, 1986).
Proses
oksidasi yang distimulir oleh logam jika berlangsung dengan intensif akan
mengakibatkan ketengikan dan perubahan warna (menjadi semakin gelap). Keadaan
ini jelas sangat merugikan sebab mutu minyak sawit menjadi menurun.
Bila
suatu lemak dipanaskan, pada suhu tertentu timbul asap tipis kebiruan. Titik
ini disebut titik asap (smoke point). Bila pemanasan diteruskan akan tercapai
flash point, yaitu minyak mulai terbakar (terlihat nyala). Jika minyak sudah
terbakar secara tetap disebut fire point. Suhu terjadinya smoke point ini
bervariasi dan dipengaruhi oleh jumlah asam lemak bebas. Jika asam lemak bebas
banyak, ketiga suhu tersebut akan turun. Demikian juga sebaliknya. Ketiga sifat
ini penting dalam penentuan mutu lemak yang digunakan sebagai minyak goreng.
(Winarno, 2002).
Bilangan
yodium adalah ukuran derajat ketidakjenuhan. Lemak yang tidak jenuh dengan
mudah dapat bersatu dengan yodium (dua atom yodium ditambahkan pada setiap
ikatan rangkap dalam lemak). Semakin banyak yodium yang digunakan semakin
tinggi derajat ketidakjenuhan. Biasanya semakin tinggi titik cair semakin
rendah kadar asam lemak tidak jenuh dan demikian pula derajat ketidakjenuhan
(bilangan yodium) dari lemak bersangkutan. Asam lemak jenuh biasanya padat dan
asam lemak tidak jenuh adalah cair; karenanya semakin tinggi bilangan yodium
semakin tidak jenuh dan semakin lunak lemak tersebut. Karena setiap ikatan
kembar dalam asam lemak akan bersatu dengan dua atom yodium maka dapatlah
ditentukan setiap kenaikan dalam jumlah ikatan rangkap (kemungkinan ketengikan)
yang timbul pada waktu lemak tersebut mulai disimpan.
Pengetahuan
mengenai bilangan yodium adalah penting untuk menentukan derajat dan jenis
lemak yang akan digunakan dalam ransum. Sesungguhnya bilangan yodium suatu
jenis lemak perlu ada dalam batas-batas tertentu. Perubahan bilangan yodium
dapat merupakan hal yang penting. Bila bilangan yodium tersebut lebih tinggi
dari normal maka hal tersebut dapat berarti bahwa ada pemalsuan dengan jenis
lemak lain yang mempunyai bilangan yodium lebih tinggi. Lemak kuda mempunyai
bilangan yodium 69. Minyak tumbuh-tumbuhan atau minyak ikan (tidak
dihidrogenasi) mempunyai bilangan yodium yang lebih tinggi, kerap sekali
melebihi 100. Sebaliknya bila bilangan yodium adalah lebih rendah dari normal
maka hal itu berarti bahwa lemak telak mengalami perlakuan khusus. Perlakuan
tersebut kerap kali berupa penguraian lemak untuk memisahkan asam oleat dari
trigliserida. Dengan demikian akan diperoleh lemak yang sangat tinggi kandungan
ester-ester palmitat dan stearat.
Faktor lain yang
menyebabkan variasi hasil adalah bahan dasar kelapa, proses pembuatan minyak,
penyimpanan minyak dan faktor uji di laboratorium seperti penggunaan metode
Iodometri yang tidak lepas dari kesalahan pada waktu titrasi ialah
adanya
iodium yang mudah menguap.
7.
Alat
dan Bahan :
a. Alat :
b. Bahan :
- Timbangan digtal - Gelas kimia - Minyak curah - Amilum 1%
- Gelas ukur - Pipet tetes - Chloroform - Asam Asetat
- Kompor listrik - Corong - Larutan Hanus - Na2S2O3 0,01
N
- Erlenmeyer dan
tutup - H2O - Na2S2O3
0,1 N
- Buret dan klem buret - KI 15% dan jenuh
8.
Prosedur
Praktikum :
a.
Penentuan
bilangan iodium
1. Larutan
5 g tepat minyak (jelantah) dalam 30 ml pelarut yang terdiri dari 60% asam
asetat + 40% chloroform dalam Erlenmeyer tertutup.
2. Tambahkan
3 ml larutan KI jenuh
3. Diamkan
1 menit, tambahkan 30 ml H2O
4. Kocok
Erlenmeyer dengan gerakan memutar
5. Titrasi
dengan larutan Na2S2O3 0,01 N sampai warna
coklat muda. Tambahkan 1 ml indicator amilum 1 % . larutan berubah menjadi biru
gelap
6. Teruskan
titrasi sampai warna biru hilang
7.
Lakukan standardisasi Na2S2O3
0,01 N
b.
Penentuan
angka peroksida
1.
Timbang teliti 0,5 g minyak, masukkan ke
dalam Erlenmeyer tertutup
2.
Tambahkan 10 ml chloroform, kocok
3.
Tambahkan 15 ml larutan hanus (gunakan
buret)
4.
Tutup Erlenmeyer , biarkan 30 menit di
dalam tempat yang gelap sambil sesekali dikocok perlahan
5.
Tambahkan 10 ml larutan KI 15 %
6.
Bilas tutup Erlenmeyer dan dinding dalam
labu Erlenmeyer dengan 50 ml H2O bebas CO2 dingin ( air
yang telah dididihkan dan didinginkan terlebih dahulu)
7.
Titrasi dengan Na2S2O3
0,1 N sampai warna coklat muda, segera tambahkan 2 ml amilum 1 %
8.
Titrasi diteruskan sampai warna biru
gelap hilang (sebelum warna biru gelap hilang, erlenmeyer ditutup dan dikocok
kuat-kuat, lanjutkan titrasi sampai warna biru gelap hilang)
9.
Buat blanko dengan prosedur yang sama,
bahan diganti pelarut
10.
Lakukan standardisasi Na2S2O3
9.
Hasil
Perhitungan :
a.
Penentuan
bilangan iodium
-
Miyak
curah 0,5061 gram = 506,1 mg (bahan)
-
Hasil
titrasi: Bahan = 1,6
ml
Blanko = 2,0 ml
Perhitungan
= (ml Na2S2O3
blanko – ml bahan) x N Na2S2O3 x BM I2
x 100)
Berat
bahan (mg)
= (2-1,6) x 0,1 x253,36 x100)
560,1
= 2,0025
b.
Penentuan angka
peroksida
-
Minyak
curah =
5,0079 gram
-
Titrasi
(Na2S2O3) = 0.6 ml
Angka
peroksida = ml Na2S2O3 x
N Na2S2O3 x1000 = 0,6
x 0.01 x 1000 = 1,1981
Berat
minyak (g) 5,0079
· Hasil kelompok
Kelompok
|
Angka
|
Bahan
|
||||
Iodium
|
Peroksida
|
M.curah
|
Jelantah 1x
|
Jelantah 2x
|
Jelantah 3x
|
|
1
|
2,0025
|
1,1981
|
ü
|
|||
2
|
3,0116
|
1,9932
|
ü
|
|||
3
|
1.0045
|
1,7870
|
ü
|
|||
4
|
0,0097
|
5,5773
|
ü
|
|||
5
|
3,4980
|
1,0016
|
ü
|
|||
6
|
1,0118
|
1,5869
|
ü
|
|||
7
|
3,4610
|
1,1990
|
ü
|
10.
Pembahasan
Hasil :
Dari hasil praktikum, bilangan iodium
yang didapat adalah 2,0025 dari 0,5061 gram minyak curah. Pada penetapan bilangan iodium dilakukan titrasi kembali. Titrasi
blanko digunakan untuk menentukan Iodium sebelum bereaksi dengan sampel. Volume
titran sampel menyatakan jumlah iodium sisa yang tidak bereaksi dengan sampel.
Dengan demikian volume titrasi blanko lebih besar dibanding volume titrasi
sampel. Sehingga untuk menghitung jumlah iodium yang bereaksi dengan sampel
digunakan selisih antara volume blanko dan sampel. Semakin tinggi derajat
ketidakjenuhan, semakin banyak iodium terserap dan semakin tinggi nilai
bilangan iodium. Standar mutu bilangan iodium berdasarkan SNI-3741-1995 adalah 45-46
sedangkan yang didapat masih belum memenuhi syarat. Menandakan minyak curah
yang dianalisis mutunya kurang bagus. Hal ini dapat terjadi karena berbagai
faktor diantaranya, waktu penyimpanan minyak
yang sudah cukup lama menyebabkan minyak terkontaminasi oleh udara;
terjadinya kerusakan pada minyak yang diakibatkan reaksi hidrolisa, reaksi
oksidasi, hidrogenasi; kurangnya ketelitian dalam melakukan praktikum, dimana
terjadinya kesalahan-kesalahan yang dapat menyebabkan tidak akuratnya hasil
yang didapat.
Angka peroksida dari hasil praktikum
adalah 1,1981dari minyak curah seberat 5,0079 gram.
Standar mutu minyak goreng bilangan peroksidasnya max 2 Meg/Kg. Semakin kecil
(mendekati) bilangan peroksida semakin segar/baik kualitas minyak. Angka yang
didapat menunjukan bahwa minyak yang digunakan masih baik atau masih memenuhi
syarat standar mutu minyak goreng berdasarkan SNI-3741-1995. Sedangkan dari
tabel diatas menunjukan bahwa semakin berulang-berulang pemakaiannya (jelantah),
semakin jelek mutunya dimana angka peroksida melebihi standar yang telah
ditetapkan.
11.
Kesimpulan
:
Dari hasil praktikum diketahui bahwa angka
peroksida dari minyak curah seberat 5,0079 gram
adalah 1,1981. Angka tersebut menunjukan bahwa minyak yang digunakan masih
memenuhi syarat standar mutu minyak goreng berdasarkan SNI-3741-1995 yaitu max
2 Meg/Kg. Sedangkan dari data semua kelompok menunjukan bahwa semakin
berulang-berulang pemakaiannya (jelantah), semakin jelek mutunya dimana angka
peroksida melebihi standar yang telah ditetapkan yaitu mencapai 5,5773 (jelantah 3x). Sedangkan bilangan
iodium dari 0,5061 gram minyak curah adalah 2,002. Hasil tersebut belum
memenuhi syarat standar mutu bilangan iodium berdasarkan SNI-3741-1995 adalah
45-46. Menandakan minyak curah yang dianalisis mutunya kurang bagus.
12.
Daftar
Pustaka :
- Anwar,
Chairil, dkk. (1996). Pengantar Praktikum Kimia Organik. Jakarta: Departemen Pendidikan
dan Kebudayaan, DIKTI.
- Ketaren,
S. (1986). Pengantar Teknologi Minyak dan Lemak Pangan. Jakarta: UI-Press.
- Sudarmadji,
Slamet, Suhardi, Bambang Haryono. (1989). Analisa Bahan Pangan dan Pertanian.
Yogyakarta: PAU Pangan dan Gizi UGM.
- http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/13864/1/09E02458.pdf
No comments:
Post a Comment