(BTP)
Makalah
disusun untuk memenuhi
salah satu tugas Mata Kuliah Teknologi Pangan
Oleh:
Fitri Diani
Dessy
Nursetiani R
Hagianing Kasih
Agustina
Sihombing
Krisha Nurul
A.
Irma Srie
Wulandary
Anandila
Muqita
|
P17331111011
P17331111025
P17331111008
P17331111030
P17331111028
P17331111007
P17331111020
|
POLITEKNIK
KESEHATAN BANDUNG
JURUSAN
GIZI
2013
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi
Allah swt. pemilik segala yang bernyawa dan penguasa segala keteraturan, yang senantiasa
melimpahkan rahmat dan
hidayah-Nya sehingga penulis dapat
menyelesaikan makalah ini. Makalah ini disusun untuk memenuhi untuk memenuhi salah satu tugas Mata Kuliah Mata
Kuliah Teknologi Pangan dengan harapan dapat menambah
wawasan bagi penulis khususnya dan para pembaca makalah ini.
Makalah ini
memuat tentang Bahan Tambahan
Pangan. Penulis menyadari bahwa makalah ini
jauh dari sempurna dan masih banyak kekurangan baik ditinjau dari isi maupun
dari segi penyajiannya. Oleh karena itu, penulis senantiasa mengharapkan
kontribusi pemikiran dari pembaca sehingga makalah ini bermanfaat bagi kita
semua. Aamiin.
Bandung, 26 Mei 2013
Penulis
BAB
I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pangan pada
hakikatnya merupakan kebutuhan dasar yang penting untuk kehidupan manusia dan
yang paling hakiki untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya. Pada umumnya
dalam mengolah pangan diberikan beberapa perlakuan dalam berbagai cara antara
lain dengan penambahan bahan tambahan dengan tujuan untuk memperpanjang umur
simpan, memperbaiki tekstur, kelezatan atau kenampakan.
Mengingat pentingnya keamanan
pangan maka telah diwujudkan oleh pemerintah dengan di keluarkannya
Undang-undang No. 23 tahun 1992 tentang kesehatan dan Undang-undang Nomor 7
tahun 1996 tentang Pangan serta Peraturan Pemerintah Nomor 28 tahun 2004
tentang Keamanan, Mutu dan Gizi Pangan. (Anggrahini,
2008)
Teknologi pengolahan pangan di
Indonesia sekarang berkembang cukup pesat, diiringi dengan penggunaan bahan
tambahan pangan yang juga makin meningkat. Berkembangnya produk pangan awet
saat ini, hanya mungkin terjadi karena semakin tingginya kebutuhan masyarakat
terhadap berbagai jenis makanan yang praktis dan awet. Kesalahan teknologi dan
penggunaan bahan tambahan yang diterapkan, baik sengaja maupun tidak disengaja
dapat menyebabkan gangguan pada kesehatan atau keamanan konsumen. (Anggrahini, 2008)
Munculnya masalah keamanan
pangan salah satu penyebabnya adalah adanya bahan kimia berbahaya yang masuk
kedalam tubuh manusia yang berasal dari bahan tambahan dan kontaminan. Penggunaan
bahan tambahan pangan yang baik dan sesuai dengan ketentuan, menjadi harapan
para konsumen. Oleh karena itu, penulis ingin mengetahui lebih lanjut mengenai
bahan tambahan pangan (BTP).
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa itu Bahan Tambahan Pangan?
2. Apa
fungsi dan tujuan Bahan Tambahan Pangan ?
3. Apa saja jenis-jenis Bahan Tambahan Pangan?
1.3 Tujuan
Tujuan
dalam makalah ini adalah sebagai berikut :
1. Mengetahui apa itu Bahan Tambahan Pangan
2. Mengetahui
Fungsi dan tujuan Bahan Tambahan Pangan
3. Mengetahui jenis-jenis Bahan Tambahan Pangan
1.4 Manfaat
Makalah ini diharapkan dapat memberikan manfaat pada penulis khususnya,
maupun para pembaca. Manfaat tersebut baik dari segi pengetahuan dan pemahaman
mendalam mengenai penambahan bahan tambahan pangan.
BAB
II
PEMBAHASAN
2.1
Bahan Tambahan Pangan
Bahan Tambahan Pangan (BTP) menurut Permenkes 722, 1988 adalah bahan yang
biasanya tidak digunakan sebagai makanan dan biasanya bukan merupakan ingredien
khas makanan, mempunyai atau tidak mempunyai nilai gizi, yang dengan sengaja
ditambahkan ke dalam makanan untuk maksud teknologi (termasuk organoleptik)
pada pembuatan, pengolahan, penyiapan, perlakuan, pegepakan, pengemasan,
penyimpanan, atau pengangkutan makanan untuk menghasilkan atau diharapkan
menghasilkan (langsung atau tidak langsung) suatu komponen atau mempengaruhi
sifat khas makanan tersebut (Viana, 2012).
Peraturan Pemerintah nomor 28 tahun 2004 tentang keamanan, mutu, dan gizi
pangan pada bab I pasal 1 menyebutkan, yang dimaksud dengan bahan tambahan
pangan adalah bahan yang ditambahkan ke dalam makanan untuk mempengaruhi sifat
atau bentuk pangan atau produk makanan (Viana, 2012).
Menurut FAO (1980), bahan tambahan pangan adalah senyawa yang sengaja
ditambahkan ke dalam makanan dengan jumlah dan ukuran tertentu dan terlibat
dalam proses pengolahan, pengemasan dan atau penyimpanan. Bahan ini berfungsi
untuk memperbaiki warna, bentuk, cita rasa, dan tekstur, serta memperpanjang masa
simpan, dan bukan merupakan bahan (ingredient) utama. Menurut codex, bahan
tambahan pangan adalah bahan yang tidak lazim dikonsumsi sebagai makanan , yang
dicampurkan secara sengaja pada proses pengolahan makanan. Bahan ini ada yang
memiliki nilai gizi dan ada yang tidak. (Viana, 2012).
Pemakaian bahan tambahan pangan (BTP) di Indonesia diatur oleh Departemen
Kesehatan. Sementara, pengawasannya dilakukakan oleh Direktorat Jenderal
Pengawasan Obat dan Makanan (Dirjen POM). (Viana, 2012).
Bahan tambahan pangan yang
digunakan hanya dapat dibenarkan apabila :
ü Dimaksudakan untuk mencapai masing-masing tujuan
penggunaan dalam pengolahan
ü Tidak untuk menyembunyikan keadaan pangan yang
berkualitas rendah
ü Tidak digunakan untuk menyembunyikan penggunaan bahan
yang salah atau yang tidak memenuhi persyaratan
ü Tidak digunakan untuk menyembunyikan kerusakan bahan
pangan
Penggunaan bahan
tambahan pangan sebaiknya dengan dosis dibawah ambang batas yang telah
ditentukan. Jenis BTP ada 2 yaitu GRAS (Generally Recognized as Safe),
zat ini aman dan tidak berefek toksik misalnya gula (glukosa). Sedangkan jenis
lainnya yaitu ADI (Acceptable Daily Intake), jenis ini selalu
ditetapkan batas penggunaan hariannya (daily intake) demi menjaga/
melindungi kesehatan konsumen.
Di Indonesia telah
disusun peraturan tentang Bahan Tambahan Pangan yang diizinkan ditambahkan dan
yang dilarang (disebut Bahan Tambahan Kimia) oleh Depertemen Kesehatan diatur
dengan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
1168/MenKes/Per/X/1999.
Menurut Depkes RI (2004) yang dikutip oleh Sari
(2010), pada dasarnya pesyaratan bahan
tambahan pangan yang digunakan adalah sebagai berikut :
1.
Harus telah mengalami pengujian dan evaluasi
toksikologi
2.
Harus tidak membahayakan kesehatan konsumen pada kadar
yang diperlukan dalam penggunaanya.
3.
Harus selalu dipantau terus-menerus dan dilakukan
evaluasi kembali jika perlu sesuai dengan perkembangan teknologi dan hasil
evaluasi toksikologi.
4.
Harus selalu memenuhi persyaratan spesifikasi dan
kemurnian yang telah ditetapkan.
5.
Harus dibatasi penggunaannya hanya untuk tujuan
tertentu dan hanya jika maksud penggunaan tersebut tidak dapat dicapai dengan
cara lain secara ekonomis dan teknis.
6.
Sedapat mungkin penggunaannya dibatasi agar makanan
tertentu dengan maksud tertentu dan kondisi tertentu serta dengan kadar
serendah mungkin tetapi masih berfungi seperti
yang dikehendaki (Viana, 2012).
2.2 Fungsi
dan Tujuan Bahan Tambahan Pangan
Tujuan
penggunaan bahan tambahan pangan adalah dapat
meningkatkan atau mempertahankan nilai gizi dan kualitas daya simpan, membuat
bahan pangan lebih mudah dihidangkan, serta mempermudah preparasi bahan pangan.
Secara khusus
tujuan penggunaan BTP dalam pangan adalah untuk:
1.
Mengawetkan makanan
dengan mencegah pertumbuhan mikroba perusak pangan atau mencegah terjadinya reaksi kimia yang dapat menurunkan
mutu pangan.
2.
Membentuk makanan
menjadi lebih baik, renyah dan enak dimulut.
3.
Memberikan warna
dan aroma yang lebih menarik
4.
Meningkatkan
kualitas pangan.
5.
Menghemat biaya.
Berdasarkan tujuan
penggunaannya dalam pangan, pengelompokan BTP yang diizinkan digunakan dalam
makanan menurut peraturan Mentri Kesehatan RI No.722/Menkes/Per/IX/88 adalah
sebagai berikut:
1.
Pewarna, yaitu BTP
yang dapat memperbaiki atau memberi warna pada makanan.
Contoh pewarna sintetik adalah amaranth, indigotine, dan
nafthol yellow.
2.
Pemanis buatan,
yaitu BTP yang dapat menyebabkan rasa manis pada makanan yang tidak atau hamper
tidak memiliki nilai gizi. Contohnya adalah Sakarin, Siklamat dan Aspartam.
3.
Pengawet yaitu BTP
yang dapat mencegah atau menghambat terjadinya fermentasi, pengasaman atau
penguraian lain pada makanan yang disebabkan oleh pertumbuhan mikroba.
Contohnya: asam asetat, asam propionat dan asam benzoat.
4.
Antioksidan yaitu
BTP yang dapat memghambat atau mencegah proses oksidasi lemak sehingga mencegah
terjadinya ketengikan. Contohnya adalah TBHQ (tertiary butylhydroquinon).
5.
Antikempal, yaitu
BTP yang dapat mencegah menggumpalnya makanan serbuk, tepung atau
bubuk.contohnya adalah: kalium silikat.
6.
Penyedap rasa dan
aroma, penguat rasa, yaitu BTP yang dapat memberikan, menembah atau mempertegas
rasa dan aroma. Contohnya Monosodium Glutamate (MSG).
7.
Pengatur keasaman
(pengasam, penetral dan pendapar), yaitu BTP yang dapat mengasamkan,
menetralkan dan mempertahankan derajat asam makanan. Contohnya agar, alginate,
lesitin dan gum.
8.
Pemutih dan
pematang tepung, yaitu BTP yang dapat mempercepat proses pemutihan atau
pematangan tepung sehingga memperbaiki mutu pemanggangan. Contohnya adalah asam
askorbat dan kalium bromat.
9.
Pengemulsi, pemantap
dan pengental, yaitu BTP yang dapat membantu terbentuknya dan memantapkan
system disperse yang homogen pada makanan.
10.
Pengeras yaitu BTP
yang dapat memperkeras atau mencegah lunaknya makanan. Contohnya adalah kalsium
sulfat, kalsium klorida dan kalsium glukonat.
11.
Sekuestan, yaitu
BTP yang dapat mengikat ion logam yang terdapat dalam makanan, sehingga
memantapkan aroma, warna dan tekstur. Contohnya asam fosfat dan EDTA (kalsium
dinatrium edetat).
12.
BTP lain yang
termasuk bahan tambahan pangan tapi tidak termasuk golongan diatas. Contohnya
antara lain: enzim, penambah gizi dan humektan.
2.3 Jenis-Jenis Bahan Tambahan
Pangan
Di Indonesia, penggunaan BTP
telah diatur sejak tahun 1988 dalam Permenkes No.
722/MenKes/Per/IX/1988 yang dikuatkan dengan Permenkes No.1168/MenKes/Per/1999 menyebutkan bahwa yang termasuk BTP adalah pewarna, pemanis buatan, pengawet, antioksidan, antikempal, penyedap dan penguat rasa, pengatur keasaman, pemutih dan pematang tepung, pengemulsi, pengental, pengeras, dan sekuestran (untuk memantapkan warna dan tekstur makanan). (Puspasari, 2007)
A.
BERDASARKAN CARA PENAMBAHAN
Pada
umumnya bahan tambahan pangan dapat dibagi menjadi dua golongan besar, yaitu
sebagai berikut:
1.
Bahan tambahan pangan
yang ditambahkan dengan sengaja kedalam makanan, dengan mengetahui komposisi
bahan tersebut dan maksud penambahan itu dapat mempertahankan kesegaran, cita
rasa dan membantu pengolahan, sebagai contoh pengawet, pewarna dan pengeras.
2.
Bahan tambahan pangan
yang tidak sengaja ditambahkan, yaitu bahan yang tidak mempunyai fungsi dalam
makanan tersebut, terdapat secara tidak sengaja, baik dalam jumlah sedikit atau
cukup banyak akibat perlakuan selama proses produksi, pengolahan, dan
pengemasan. Bahan ini dapat pula merupakan residu atau kontaminan dari bahan
yang sengaja ditambahkan untuk tujuan produksi bahan mentah atau penanganannya
yang masih terus terbawa kedalam makanan yang akan dikonsumsi. Contoh bahan
tambahan pangan dalam golongan ini adalah residu pestisida (termasuk
insektisida, herbisida, fungisida, dan rodentisida), antibiotik, dan
hidrokarbon aromatic polisiklis.
B. BERDASARKAN
FUNGSI
Berdasarkan fungsinya, menurut peraturan
Menkes No. 235 tahun 1979, BTP dapat dikelompokan menjadi 14 yaitu :
Antioksidan; Antikempal; Pengasam,penetral dan pendapar; Enzim; Pemanis buatan;
Pemutih dan pematang; Penambah gizi; Pengawet; Pengemulsi, pemantap dan
pengental; Peneras; Pewarna sintetis dan alami; Penyedap rasa da aroma,
Sekuestran; dll. BTP dikelompokan berdasarkan tujuan penggunaanya di dalam
pangan. Pengelompokkan BTP yang diizinkan digunakan pada makanan dapat
digolongkan sebagai : Pewarna; Pemanis buatan; Pengawet; Antioksidan;
Antikempal; Penyedap dan penguat rasa serta aroma; Pengatur keasaman; Pemutih
dan pamatang tepung; Pengemulsi; Pemantap dan pengental; Pengeras, Sekuestran,
Humektan, Enzim dan Penambah gizi.
1. Pewarna
Pewarna adalah bahan yang dapat
memberikan atau memperbaiki warna pada makanan. Dengan menggunakan pewarna,
makanan bisa tampak lebih menarik danmenjadi lebih bervariasi.
Penambahan bahan pewarna pada makanan
dilakukan untuk membei kesan menarik bagi konsumen, menyeragamkan warna
makanan, menstabilkan warna, menutupi perubahan warna selama proses pengolahan,
dan mengatasi perubahan warna selama penyimpanan. Pemerintah telah mengatur penggunaan
pewarna ini, namun masih banyak produsen pangan yang menggunakan bahan-bahan
pewarna yang berbahaya bagi kesehatan, misalnya pewarna untuk tekstil atau cat
yang umumnya mempunyai warna lebih cerah, lebih stabil selama penyimpanan, dan
harga lebih murah. Alternatif lain untuk menggantikan penggunaan pewarna
sintetis adalah dengan menggunakan pewarna alami seperti ekstrak daun pandan
atau daun suji, kunyit, dan ekstrak buah-buahan yang lebih aman. Beberapa
pewarna alami yang diizinkan digunakan dalam makanan diantaranya adalah :
Karamel, Beta-karoten, Klorofil, dan Kurkumin.
Secara garis besar berdasarkan
sumbernya dikenal dua jenis zat pewarna, yaitu pewarna alami dan pewarna
sintesis. Beberapa
pewarna alami yang ikut menyumbangkan nilai nutrisi ( karotenoid, riboflavin
dan kobalamin) merupakan bumbu (unir dan pabrika) atau pemberi rasa (karamel).
Beberapa bahan pewarna alami yang berasal dari tanaman
dan hewan diantaranya adalah klorofil, mioglobin dan hemoglobin, antosianin,
flavonoid, thanin, betalain, quinon dan santon serta karotenoid.
Zat pewarna yang diizinkan
penggunaannya dalam bahan pangan disebut sebagai Permittet Colour atau
Certified Colour. Proses sertifikasi meliputi pengujian kimia, biokimia,
toxikologi dan analisis media terhadap zat warna tersebut.
Pemakaian bahan sintetis dalam pangan walaupun mempunyai
dampak positif bagi konsumen dan produsen diantranya dapat membuat suatu pangan
lebih menarik, meratakan warna pangan dan mengemabalikan warna dari bahan dasar
yang hilang atau berubah selama pengolahan juga mempunyai
dampak negatif bila:
a.
Dimakan dalam
jumlah kecil namun berulang
b.
Dimakan dalam
jangka waktu lama
c.
Daya tahan tubuh
yang berbeda-beda
d.
Pemakaian secara
berlebihan
e. Penyimpanan yang tidak memenuhi syarat
2. Pemanis
Buatan
Zat pemanis sintesi merupakan
zat yang dapat menimbulkan rasa manis atau dapat membantu mempertajam
penerimaan terhadap rasa manis tersebut, sedangkan kalori yang dihasilkannya
jauh lebih rendah dari pada gula (winarno, 1997).
Tanaman penghasil pemanis utama
adalah tebu (saccharum officanarum L) dan bit (beta fulgaris L). Beberapa bahan
pemanis yang sering digunakan adalah
1.
Sukrosa 6. D-Fruktosa
2.
Laktosa 7. Sorbitol
3.
Maltosa 8. Manitol
4.
Galaktosa 9. Gliserol
5. D-Glukosa 10. Glisina
Pemanis sintesis adalah bahan
tambahan yang dapat menyebabkan rasa manis terhadap bahan pangan tetapi tidak
memiliki nilai gizi. Contohnya :
1.
Sakarin 4. Dulsin
2.
Siklamat 5. Sorbitol
sintesis
3.
Aspartam 6. Nitro-propoksi
anilin
Tujuan penggunaan pemanis sintesis
·
Sebagai pangan bagi
penderita diabetes melitus, karena tidak menimbulkan kelebihan gula darah
·
Memenuhi kebutuhan
kalori rendah untuk penderita kegemukan
·
Sebagai penyalut
obat
·
Menghindari
kerusakan gigi pada industri
·
Menekan biaya
produksi
3. Pengawet
Bahan pengawet umumnya digunakan untuk
memperpanjang masa simpan bahan makanan yang mempunyai sifat mudah rusak. Bahan
ini dapat menghambat atau memperlambat proses degradasi bahan pangan terutama
yang disebabkan oleh faktor biologi. Penggunaan pengawet dalam makanan harus
tepat, baik jenis maupun dosisnya. Suatu bahan pengawet mungkin efektif untuk
mengawetkan makanan tertentu, tetapi tidak efektif untuk mengawetkan makanan
lainnya karena makanan mempunyai sifat yang berbeda-beda sehingga mikroba
perusak yang akan dihambat pertumbuhannya juga berbeda. Zat pengawet dibedakan
menjadi pengawet oganik dan anorganik.
a.
Zat pengawet
anorganik
Zat pengawet anorganik yang
masih sering dipakai adalah sulfit, hidrogen peroksida, nitrat dan nitrit.
Selain sebagai pengawet sulfit dapat berinteraksi dengan gugus karbonil. Hasil
reaksi itu akan mengikat melanoidin sehingga mencegah timbulnya warna coklat.
Sulfur dioksida berfungsi sebagai anti oksidan dan meningkatkan daya kembang
terigu.
Garam nitrat dan nitrit
digunakan pada proses curing daging untuk memperoleh warna yang baik dan
mencegah pertumbuhan mikroba seperti clostridum botulinum.
Selain nitrit, ada juga bahan pengawet alami yang lain, seperti :
ü Gula
merah: Selain sebagai pemanis gula merah juga bersifat mengawetkan seperti
halnya gula tebu.
ü Garam:
Garam merupakan pengawet alami yang banyak dihasilkan dari penguapan air laut.
Ikan asin dapat bertahan hingga berbulan-bulan karena pengaruh garam.
ü Kunyit:
Kunyit, selain sebagai pewarna, juga berfungsi sebagai pengawet. Dengan penggunaan
kunyit, tahu atau nasi kuning menjadi tidak cepat basi.
ü Kulit
kayu manis: Di beberapa tempat di belahan Kulit kayu manis merupakan kulit kayu
yang berfungsi sebagai pengawet karena banyak mengandung asam benzoat. Selain itu,
kayu manis juga berfungsi sebagai pemanis dan pemberi aroma.
ü Cengkih
: Cengkih merupakan pengawet alami
yang dihasilkan dari bunga tanaman cengkih. Selain sebagai pengawet, cengkih
juga berfungsi sebagai penambah aroma.
b.
Zat pengawet
organik
Zat kimia yang sering dipakai
sebagai bahan pengawet adalah asam sorbat, asam propionat, asam benzoat, asam asetat,
dan epoxida.
ü Benzoat:
Benzoat banyak ditemukan dalam bentuk asam benzoat maupun natrium benzoat
(garamnya). Berbagai jenis soft drink (minuman ringan), sari buah, nata de
coco, kecap, saus, selai, dan agar-agar diawetkan dengan menggunakan bahan jenis
ini.
ü Sulfit:
Bahan ini biasa dijumpai dalam bentuk garam kalium atau natrium bisulfit.
Potongan kentang, sari nanas, dan udang beku biasa diawetkan dengan menggunakan
bahan ini.
ü Propil
galat: Digunakan dalam produk makanan yang mengandung minyak atau lemak dan
permen karet serta untuk memperlambat ketengikan pada sosis. Propil galat juga
dapat digunakan sebagai antioksidan.
ü Garam
nitrit: Garam nitrit biasanya dalam bentuk kalium atau natrium nitrit. Bahan
ini terutama sekali digunakan sebagai bahan pengawet keju, ikan, daging, dan
juga daging olahan seperti sosis, atau kornet, serta makanan kering seperti kue
kering. Perkembangan mikroba dapat dihambat dengan adanya nitrit ini. Misalnya,
pertumbuhan clostridia di dalam daging yang dapat membusukkan daging.
ü Asam
asetat: Asam asetat dikenal di kalangan masyarakat sebagai asam cuka. Bahan ini
menghasilkan rasa masam dan jika jumlahnya terlalu banyak akan mengganggu
selera karena bahan ini sama dengan sebagian isi dari air keringat kita. Asam
asetat sering dipakai sebagai pelengkap ketika makan acar, mi ayam, bakso, atau
soto. Asam asetat mempunyai sifat antimikroba. Makanan yang memakai pengawet
asam cuka antara lain acar, saos tomat, dan saus cabai.
ü Propianat:
Jenis bahan pengawet propianat yang sering digunakan adalah asam propianat dan
garam kalium atau natrium propianat. Propianat selain menghambat kapang juga
dapat menghambat pertumbuhan bacillus mesentericus yang menyebabkan kerusakan
bahan makanan. Bahan pengawetan produk roti dan keju biasanya menggunakan bahan
ini.
ü Sorbat:
Sorbat yang terdapat di pasar ada dalam bentuk asam atau garam sorbat.Sorbat
sering digunakan dalam pengawetan margarin, sari buah, keju, anggur, dan acar.
Asam sorbat sangat efektif dalam menekan pertumbuhan kapang dan tidak memengaruhi
cita rasa makanan pada tingkat yang diperbolehkan.
c.
Tujuan penggunaan
bahan pengawet
Secara umum penambahan pengawet
pada penambahan bahan pangan bertujuan sebagai berikut :
ü Menghambat mikroba pembusuk pada pangan, baik yang
bersifat patogen maupun yang tidak bersifat patogen
ü Memperpanjang umur simpan pangan
ü Tidak menurunkan kualitas gizi, warna, cita rasa dan bau
bahan pangan yang diawetkan
ü Tidak untuk menyembunyikan keadaan pangan yang
berkualitas rendah
ü Tidak digunakan untuk menyembunyikan penggunaan bahan
yang salah atau yang tidak memenuhi persyaratan
ü Tidak digunakan untuk menyembunyikan kerusakan bahan
pangan
4. Antioksidan
Antioksidan merupakan senyawa yang dapat
memperlambat oksidasi di dalam bahan pangan. Penggunaan antioksidan yaitu pada
lemak hewani, minyak nabati, produk lemak tinggi, produk daging, produk ikan,
dll. Antioksidan digunakan untuk mencegah terjadinya ketengikan pada makanan
akibat proses oksidasi lemak, atau minyak yang terdapat di dalam makanan.
Jenis antioksidan :
·
Asam askorbat
·
Asam eritrobat
·
Askorbil palmitat
·
Askorbil stearat
·
Butil
hidroksianisol (BHA)
·
Butil
hidroksitoluen
·
Dilauril
tiodipropionat
·
Propilgalat
·
Timah 2 klorida
·
Alpatokoferol
5. Antikempal
Antikempal adalah bahan
tambahan pangan yang dapat mencegah mengempalnya pangan berupa serbuk dan
tepung.
Jenis antikempal :
·
Garam stearat
·
Kalsium fosfat
·
Natrium ferosianida
·
Magnesium oksida
·
Garam-garam asam
silikat
6. Penyedap
dan penguat rasa serta aroma
Penyedap rasa dan aroma adalah
bahan tambahan pangan yang dapat memberikan, menambah atau mempertegas rasa dan
aroma (menkes RI, 1988).
Tujuan penggunaan :
·
Merubah aroma hasil
olahan
·
Modifikasi
pelengkap atau penguat aroma
·
Menutupi atau
menyembunyikan aroma yang tidak disukai
·
Membentuk aroma
baru atau menetralisir bahan pangan
Jenis bahan penyedap
·
Penyedap alami
Penyedap
alami berasal dari bumbu, herba dan
daun.
Contoh bumbu : merica, kayu manis, pala, jahe dan cengkeh.
Contoh herba (sebangsa rumput) dan daun : sereh, daun pandan, daun salam,
rosemari, oregano, tarragon dan marjoran.
·
Minyak esensial dan
turunannya
Minyak esensial dihasilkan dari bagian-bagian tanaman
seperti bunga (minyak neroli), tunas (cengkeh), biji (merica, ketumbar, adas),
buah (limau), dsb.
·
Oleoresin
Dibuat dari proses perkolasi zat pelarut yang bersifat
volatil terhadap bumbu atau herba yang telah digiling
·
Isolat penyedap
Untuk mendapatkan penyedap alami dapat dilakukan isolasi
komponen yang terdapat dalam bahan yaitu dengan memisahkan masing-masing zat
penyedap aroma, contohnya isolasi minyak esensial tanaman dengan cara
destilasi, kristalisasi dan ekstraksi.
·
Penyedap dari sari
buah
Sari buah sebagian
besar adalah air, mempunyai komponen aroma asam, warna dan bahan padat seperti
gula, pektin dan mineral.
·
Eksrak tanaman dan
hewan
Contoh :
ekstrak kopi, coklat, vanili dan sebagainya
·
Penyedap sintesis
Beberapa komponen penyedap sintesis berperan sebagai
penguat aroma pada penyedap alami, contoh asetel dehida.
Contoh penyedap sintesis yang memberikan aroma etil
butirat atau etil 3 hidroksi butirat dapat memberikan aroma anggur.
Sedangkan contoh bahan aromatik kimia
sebagai penyedap yaitu eter, asam, alkohol, keton, lakton, merkaptan, dll.
7. Pengatur
keasaman
Pengatur keasaman merupakan
senyawa kima yang bersifat asam dan merupakan salah satu dari bahan tambahan
pangan yang sengaja ditambahkan ke dalam pangan dengan berbagai tujuan.
Fungsi pengatur keasaman pada makanan
adalah untuk membuat makanan menjadi lebih asam, lebih basa, atau menetralkan
makanan. Pengatur keasaman mungkin ditambahkan langsung ke dalam makanan, tetapi
seringkali terdapat di dalam bahan-bahan yang digunakan untuk membuat makanan.
Beberapa pengatur keasaman yang diizinkan untuk digunakan dalam makanan,
diantaranya adalah aluminium amonim/ kalium/ natrium sulfat, asam laktat, asam
sitrat, kalium, dan natrium bikarbonat.
8. Pemutih
dan pamatang tepung
Pemutih dan pematang tepung adalah bahan
yang dapat mempercepat proses pemutihan dan sekaligus pematangan tepung
sehingga dapat memperbaiki mutu hasil pemanggangan, misalnya dalam pembuatan
roti, kraker, biskuit, dan kue. Beberapa bahan pemutih dan pematang tepung yang
diizinkan untuk makanan diantaranya adalah asam askorbat, kalium bromat,
natrium stearoil-2-laktat.
·
Pemutih dan
pematang tepung
ü Asam askorbat (vit C)
ü Aseton peroksida
ü Azodikarbonamida
ü Kalsium steroil 2 laktilat, natrium stearil fumarat dan
natrium stroil 2 laktilat
ü L sistein
·
Bahan pengeras
ü Aluminium amonium sulfat
ü Aluminium kalium sulfat
ü Kalsium karbonat
ü Kalsium klorida
ü Kalsium sitrat
ü Kalsium fosfat, dll
9. Pengemulsi
Pengemulsi adalah suatu bahan
yang dapat mengurangi kecepatan tegangan permukaan dan tegangan dua fase yang
dalam keadaan normal tidak saling melarutkan, menjadi dapat bercampur dan
selanjutnya dapat membentuk emulsi.
Fungsi dari pengemulsi, pemantap dan
pengenatl dalam makanan adalah untuk memantapkan emulsi dari lemak dan air
sehingga produk tetap stabil, tidak meleleh, tidak terpisah antara bagian lemak
dan air, serta mempunyai tekstur yang kompak. Bahan-bahan pengemulsi, pemantap
dan penstabil yang diizinkan digunakan dalam makanan diantaranya agar,
alginate, dekstrin, gelatine, gum, karagenan, lesitin, CMC, dan pektin.
Nama Bahan
Tambahan Pangan
|
Jenis Bahan
Pangan
|
Agar
|
Es krim, yoghurt,
keju olahan, sardin, kaldu
|
Amonium alginat
|
Es krim
|
Asam alginat
|
Sardin, keju
|
Asetil dipati adipat
|
Yoghurt, kaldu
|
Asetil dipati
gliserol
|
Es krim, sardin,
sayur kalengan, pangan bayi
|
Dekstrin
|
Es krim, yoghurt,
keju, kaldu
|
Dikalsium fosfat
|
Keju, susu
evaporasi, SKM, krim, susu bubuk
|
Dinatrium
bifosfat
|
Keju
|
10. Pengeras
Pengeras ditambahkan ke dalam makanan
untuk membuat makanan menjadi lebih keras atau mencegah makanan menjadi lebih
lunak. Beberapa bahan pengeras yang diizinkan untuk makanan diantaranya kalsium
glukonat, kalsium klorida, dan kalsium sulfat.
11. Sekuestran
Sekuestran adalah bahan yang dapat
mengikat ion logam pada makanan sehingga memantapkan warna dan tekstur makanan,
atau mencegah perubahan warna-warna makanan. Beberapa bahan sekuestrans yang
diizinkan untuk makanan di antaranya adalah asam fosfat, iso propil sitrat,
kalsium dinatrium edetat (EDTA), monokalium fosfat, dan natrium pirofosfat.
12. Enzim
dan Penambah gizi.
Enzim yaitu BTP yang berasal dari hewan,
tanaman atau mikroba, yang dapat menguraikan komponen pangan tertentu secara
enzimatis, sehingga membuat makanan menjadi lebih empuk, lebih larut dll.
Penambahan gizi yaitu penambahan berupa asam amino, mineral dan vitamin, baik
tunggal maupun campuran yang dapat meningkatkan nilai gizi makanan. Humektan
yaitu BTP yang dapat menyerap uap air sehingga mempertahankan kadar air bahan
pangan.
2.4 BTP Terlarang Dan
Berbahaya
BTP dapat berupa ekstrak bahan alami atau hasil sintesis kimia.
Bahan yang berasal dari alam umumnya tidak berbahaya, sementara BTP artifisial
atau sintetik mempunyai risiko terhadap kesehatan jika disalahgunakan pemakaiannya.
Produsen pangan skala rumah tangga atau industri kecil memakai Bahan tambahan
yang dinyatakan berbahaya bagi kesehatan karena alasan biaya. Tidak jarang,
produk pangan ditambahkan zat yang bukan untuk makanan tapi untuk industri
lain, misalnya untuk tekstil, dan cat. Badan POM (Pengawas Obat dan Makanan)
menemukan banyak produk-produk yang mengandung formalin. Formalin bersifat
desinfektan, pembunuh hama, dan sering dipakai untuk mengaetkan mayat. Pewarna
tekstil seperti Rhodamin B sering pula ditemukan pada kerupuk dan terasi.
Mengkonsumsi makanan yang mengandung formalin atau Rhodamin dapat menyebabkan
kerusakan organ dalam tubuh dan kanker.
Dapat kita ketahui banyak jenis BTP yang dapat digunakan
secara legal. Namun pada kenyataannya masih banyak para produsen makanan yang
menggunakan bahan additive terlarang pada makanan terutama makanan kecil.
Beberapa bahan tambahan yang dilarang digunakan dalam
makanan menurut PerMenkes RI Nomor 722/Menkes/Per/IX/88, sebagai berikut :
1. Natrium tetraborat (boraks)
2. Formalin (formaldehyd)
3. Minyak nabati yang
dibrominasi (brominated vegetable oils)
4. Kloramfenikol (chlorampenicol)
5.
Kalium klorat
(pottasium clorate)
6. Dietilpirokarbonat (diethylpyrocarbonate, DEPC)
7. Nitrofuranzon (nitrofuranzone)
8.
P-Phenetil
Karbamida (p-Phenethycarbamide, dulcin, 4-ethoxyphenyl urea)
9.
Asam salisilat dan
garamnya (salicylic acid and its salt)
Sedangkan menurut Menteri
Kesehatan RI nomor 1168/Menkes/PER/X/1999, selain bahan tambahan diatas masih
ada tambahan kimia yang dilarang seperti Rhodamin B (Pewarna merah, methanyl
yellow (pewarna kuning), Dulsin (pemanis sintetis) dan kalsium bromat
(pengeras).
Asam borat atau Boraks (boric
acid) merupakan zat pengawet berbahaya yang tidak dizinkan digunakan
sebagai campuran bahan makanan. Boraks adalah senyawa berbentuk kristal putih,
tidak berbau, dan stabil pada suhu dan tekanan normal. Dalam air, boraks
berubah menjadi natrium hidroksida dan asam borat.
Boraks umumnya digunakan
untuk mematri logam, pembuatan gelas dan enamel, sebagai pengawet kayu, dan
pembasmi kecoa. Boraks ini sering disalah gunakan untuk dicampurkan dalam
pembuatan baso, tahu, ikan asin, mie dll.
Boraks bersifat iritan dan
racun bagi sel-sel tubuh, berbahaya bagi susunan saraf pusat, ginjal dan hati.
Jika tertelan dapat menimbulkan kerusakan pada usus, otak atau ginjal. Kalau
digunakan berulang-ulang serta kumulatif akan tertimbun dalam otak, hati dan
jaringan lemak. Asam boraks ini akan menyerang sistem saraf pusat dan
menimbulkan gejala kerusakan seperti rasa mual, muntah, diare, kejang perut,
iritasi kulit dan jaringan lemak, gangguan peredaran darah, kejang-kejang
akibatnya koma, bahkan kematian dapat terjadi karena ada gangguan sistem
sirkulasi darah.
Asam salisilat sering
disebut aspirin. Pada aspirin ini adalah analgetik dan anti-inflamasi.
Penelitian telah menunjukkan bahwa aspirin dapat mengurangi jumlah asam folat
dalam darah, meskipun kepastian perubahan belum terbukti. Asam salisilat (ortho-Hydroxybenzoik acid)
dapat mencegah terjadinya penjamuran pada buah dan telah digunakan dalam pabrik
cuka. Namun, penggunaan asam salisilat sebagai pengawet makanan seperti yang
diatur Pemerintah Amerika pada tahun 1904 disalahgunakan untuk pengawet makanan
pada produsen-produsen makanan yang nakal.
Asam salisilat dilarang
digunakan sebagai bahan pengawet makanan di Indonesia. Pasalnya, asam salisilat
memiliki iritasi kuat ketika terhirup atau tertelan. Bahkan ketika ditambah
air, asam salisilat tetap memberikan gangguan kesehatan pada tubuh karena dapat
menyebabkan nyeri, mual, dan muntah jika tertelan.
Pada sebuah sebuah survei
terhadap sup sayuran, disebutkan bahwa sup sayuran nonorganik mengandung asam
salisilat hampir enam kali lipat ketimbang sup sayuran organik. Kandungan asam
salisilat dalam tanaman secara alami berguna untuk tanaman bertahan dari
serangan penyakit. Namun bila kandungan asam salisilat melebihi dan berlebihan
masuk ke dalam tubuh, maka gangguan kesehatan dapat terjadi, misalnya terjadi
pengerasan dinding pembuluh darah dan kanker saluran pencernaan.
Dietilpirokarbonat (DEP)
termasuk di dalam bahan kimia karsinogenik mengandung unsur kimia C6H10O5
adalah bahan kimia sintetis yg tdk ditemukan dlm produk-produk alami dan
digunakan sebagai pencegah peragian pada minuman yang mengandung alkohol maupun
minuman yang tidak beralkohol. DEP sering digunakan untuk susu dan produk susu,
bir, jus jeruk dan minuman buah-buahan lain sehingga minuman ini dapat bertahan
lama. DEP apabila masuk ke dalam tubuh dan terakumulasi dalam jangka panjang,
dapat memicu timbulnya kanker.
Dulsin adalah pemanis
sintetik yang memiliki ras manis kira-kira 250 kali dari sukrosa atau gula
tebu, yang tidak ditemukan pada produk-produk pemanis alami lainnya. Dulsin
telah diusulkan untuk digunakan sebagai pemanis tiruan. Dulsin ditarik total
dari peredaran pada tahun 1954 setelah dilakukan pengetesan dulsin pada hewan
dan menampakkan sifat karsinogenik yang dapat memicu munculnya kanker.
Formalin merupakan zat
pengawet terlarang yang paling banyak disalahgunakan untuk produk pangan. Zat
ini termasuk bahan beracun dan berbahaya bagi kesehatan manusia. Jika
kandungannya dalam tubuh tinggi, akan bereaksi secara kimia dengan hampir semua
zat yang terdapat dalam sel sehingga menekan fungsi sel dan menyebabkan
kematian sel yang menyebabkan keracunan pada tubuh. Formalin adalah larutan 37
persen formaldehida dalam air, yang biasanya mengandung 10 sampai 15 persen
metanol untuk mencegah polimerasi. Formalin dapat dipakai sebagai bahan anti
septik, disenfektan, dan bahan pengawet dalam biologi. Zat ini juga merupakan anggota
paling sederhana dan kelompok aldehid dengan rumus kimia HCHO.
Kalium bromat (potasium
bromat) digunakan untuk memperbaiki tepung yang dapat mengeraskan kue.
Kalium bromat digunakan para pembuat roti maupun perusahaan pembuat roti untuk
membantu proses pembuatan roti dalam oven dan menciptakan tekstur bentuk yang
lebih bagus pada proses penyelesaian akhir produknya.bila digunakan dalam
jumlah kecil, zat ini akan hilang selama pembakaran atau pemanasan. Bila terlalu
banyak digunakan,sisas kalium bromat akan tetap banyak dalam roti.
Kalium bromat dilarang pada
beberapa negara karena dianggap sebagai karsinogen, pemicu kanker. The
Centre for Science in teh Public Interest (CPSI), sebuah lembaga advokasi
nutrisi dan kesehatan terkemuka di Amerika Serikat, mengajukan permohonan
kepada food and Drug Administration (FDA) untuk melarang penggunaan kalium
bromat. Di negara-negara Eropa, Inggris, da Kanada, kalium bromat telah
dilarang mulai 1990 an.
Kalium klorat (KClO3) salah
satu fungsinya sebagai pemutih, sehingga sering dimasukkan dalam obat kumur
pemutih dan pasata gigi. Sejak tahun 1988, Pemerintah Indonesia sudah melarang
penggunaan kalium klorat sebagai bahan tambahan makanan karena senyawa ini
dapat merusak tubuh bahkan kematian. Jika terpapar dalam jangka waktu lama
dapat menyebabkan methemoglobinemia (kelainan dalam darah), kerusakan hati dan
ginjal, iritasi pada kulit, mata, dan saluran pernapasan. Bila dimakan
bersamaan dengan produk pangan, kalium klorat dapat menyebabkan iritasi pada
saluran pencernaan, gejalanya mual, muntah dan diare.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
·
Bahan Tambahan Pangan (BTP) adalah senyawa yang sengaja ditambahkan ke
dalam makanan dengan jumlah dan ukuran tertentu dan teribat dalam proses
pengolahan, pengemasan, dan atau penyimpanan.
·
BTP secara umum bertujuan untuk meningkatkan nilai gizi makanan,
memperbaiki nilai estetika dan sensori makanan. Dan memperpanjang umur simpan (shelf life) makanan.
·
Fungsi BTP berdasarkan
yaitu sebagai: Antioksidan; Antikempal; Pengasam,penetral dan pendapar; Enzim;
Pemanis buatan; Pemutih dan pematang; Penambah gizi; Pengawet; Pengemulsi,
pemantap dan pengental; Pengeras; Pewarna sintetis dan alami; Penyedap rasa dan
aroma, Sekuestran; dll
·
BTP yang dilarang
penggunaannya:
Boraks, formalin, minyak nabati yang dibrominasi,
dietilpirokarbonat kloramfenikol,
kalium klorat, nitrofurazon, dulcin, asam salisilat dan garamnya.
DAFTAR PUSTAKA
Anggrahini,
Sri. 2008. Keamanan Pangan Kaitannya dengan Penggunaan Bahan Tambahan dan
Kontaminan. Diakses di : http://lib.ugm.ac.id/digitasi/upload/732_pp0906016.pdf pada tanggal 24 Mei 2013.
Puspasari,
Karen. 2007. Aplikasi Teknologi Dan Bahan Tambahan Pangan Untuk Meningkatkan Umur
Simpan Mie Basah Matang. Diakses Di: Http://Repository.Ipb.Ac.Id/Bitstream/Handle/123456789/11791/F07kpu.Pdf pada tanggal 24 Mei 2013.
Saparinto, Cahyo dan Hidayati,
Diana. 2006. Bahan
Tambahan Pangan. Yogyakarta: Kanisius.
Viana, Aktia.
2012. Pengetahuan, Sikap dan Tindakan
Guru Sekolah Dasar tentang Makanan yang Mengandung Bahan Tambahan Pangan pada
Sekolah Dasar di Kelurahan Mabar Kecamatan Medan Deli Tahun 2011. Diakses
di: http://repository.usu.ac.id/handle/123456789/31260
pada tanggal 25 Mei 2013.